Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Politik Identitas sebagai Gerakan Kultural Kelompok Marjinal

5 Januari 2023   10:57 Diperbarui: 5 Januari 2023   13:05 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi kelompok pribumi Ekuador tahun 2019. Sumber: Reuters

Para perempuan Indian menuntut keadilan. Dokumentasi: Oriana Elicabe/Creative Commons
Para perempuan Indian menuntut keadilan. Dokumentasi: Oriana Elicabe/Creative Commons

Hal itu menjadi mungkin karena dalam identitas itu sendiri, sebagaimana dijelaskan Moya (2006: 97-98), terdapat dua kompenen yang saling berdialektika. Pertama, komponen askriptif atau yang biasa disebut "kategori sosial" atau identitas yang dipaksakan (imposed identity). Identitas askriptif bersifat historis, kolektif, secara umum bisa dikenali, serta bisa menjadi pembeda. 

Lebih dari itu, identitas ini berkaitan erat dengan distribusi secara selektif kebutuhan sosial dan sumber daya. Kedua, identitas subjektif atau biasa disebut subjektivitas, yakni merujuk kepada makna individual kita terhadap diri, eksistensi dalam diri kita, pengalaman hidup kita manakala menjadi diri. 

Subjektivitas juga mengimplikasikan beragam tindakan kita untuk mengidentifikasi-diri dan melibatkan pemahaman terhadap diri kita dalam hubungannya dengan diri-diri yang lain. 

Dengan kata lain, identitas subjektif berkaitan dengan kepribadian, menunjukkan preferensi nilai dan moral,dan mengarahkan diri kita ke dalam kategori sosial dan kultural tertentu. Maka, meskipun identitas subjektif bersifat personal, keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sosial dan budaya seseorang.

Kritik terhadap Politik Identitas

Memang, politik identitas menjadi kekuatan politiko-kultural yang sangat populer pada masa kini, tetapi eksistensinya juga tidak lepas dari kritik. Politik identitas seringkali digunakan kelompok etnis, agama, ataupun ras tertentu bukan  untuk melakukan pembelaan dan pemberdayaan budaya yang ada, tetapi lebih sering digunakan untuk kepentingan-kepentingan ekonomi maupun politik tertentu. 

Di Indonesia, misalnya, kita bisa melihat bagaimana kaum elit di daerah menggunakan identitas komunal untuk mewujudkan hasrat politik dan ekonomi mereka, seperti dalam pemilihan kepala daerah. 

Dalam tataran ideal, gerakan masyarakat lokal merupakan usaha strategis untuk terus menegosiasikan kekayaan dan kekuatan kultural mereka di tengah-tengah hegemoni budaya modern serta pengaruh budaya masyarakat etnis lain sebagai sisa-sisa paradigma pembangunan di masa Orde Baru. 

Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan berlangsungnya tegangan ataupun konflik dalam masyarakat lokal karena ketidaksamaan akses terhadap keuntungan yang dihasilkan dari gerakan tersebut. Selain itu, sangat mungkin pula berlangsung pembajakan politik identitas oleh elit-elit lokal yang mengatasnamakan diri mereka sebagai representasi masyarakat. 

Dalam beberapa kasus yang berlangsung di luar Jawa, sebagaimana yang sudah dikaji oleh para peneliti dari Barat dan sedikit peneliti dari Indonesia, beberapa gerakan masyarakat adat dan otonomi daerah ternyata telah dibajak oleh elit-elit lokal (Davidson, Hanley, & Moniaga [ed], 2010, Nordholt, Schulte & van Klinken [ed], 2009).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun