Ketika ia membiarkan kepala Shanaz menjadi sasaran pukulan, maka bisa saja ia mengalami permasalahan dengan otak dan berakibat fatal bagi kehidupannya. Dengan penggambaran-penggambaran tersebut, submitos pelacur, kebaikan hati, dan solidaritas sesama perempuan yang menderita memunculkan wacana ideologis tandingan yang hendak disampaikan kepada penonton.Â
Membaca submitos di atas seperti membuka kembali kisah yang sangat populer dalam ajaran Islam, yakni kisah tentang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan di tengah-tengah gurun. Kisah tersebut sangat bijak karena pelacur yang dalam kehidupan masyarakat selalu memperoleh stigma negatif, ternyata oleh Tuhan diberikan tempat yang begitu indah, surga.Â
Bukan karena menolong manusia, tetapi seekor anjing yang air liurnya dinajiskan. Peristiwa itu menunjukkan bahwa selalu ada ruang mulia bagi manusia, meskipun mereka adalah pelacur, asalkan mereka masih melakukan tindakan-tindakan yang bisa menolong kehidupan makhluk di muka bumi.Â
Perempuan pelacur adalah manusia yang masih mampu melakukan tindakan-tindakan yang memberi kebahagiaan sehingga ia bisa berubah menjadi "Malaikat Penolong" demi kehidupan yang lebih baik. Solidaritas sesama perempuan menjadi titik penting untuk memberikan pemahaman bahwa sudah sewajarnya pelacur diposisikan dan diperlakukan dalam kewajaran kontekstualnya karena ia masih mau dan mampu berbagi kebahagiaan kepada perempuan lain.Â
Di balik segala ketidakberdayaannya dalam menghadapi permasalahan ekonomi dan psikis, seorang pelacur, bisa jadi, masih menyimpan "hasrat kemanusiaan" sehingga adalah kesalahan besar ketika orang-orang memberikan stigma dan justifikasi yang terus-menerus menempatkannya sebagai subjek liyan. Wacana normalisasi ke-pelacur-an, sampai di titik ini, menjadi pesan ideologis yang berusaha mengungkapkan sisi-sisi kebaikan hati dan solidaritas seorang pelacur.
KEHADIRAN LAKI-LAKI DAN KEMBALINYA PELACUR KE DALAM KEHIDUPAN NORMALÂ
Parno adalah seorang pengamen di Malioboro yang mempunyai sifat lugu dan baik hati. Keluguan dan kebaikan hati inilah yang menjadikan Shanaz bersimpati dan jatuh cinta kepadanya. Mereka berdua sering menghabiskan waktu untuk ngobrol di pematang sawah ataupun makan malam di rumah makan sederhana.Â
Kedekatan inilah yang menjadikan Ningsih dibekap rasa cemburu yang luar biasa. Untuk menumpahkan kekesalannya, ia seringkali mewanti-wanti (menasehati) Shanaz agar tidak dekat dan berkencan dengan Parno karena secara usia ia jauh lebih tua: "Kamu dan Parno itu bedanya jauh. Jenggotnya dia aja masih lebih tua daripada kamu, he..Mosok kamu mau sih diajak kencan?"Â
Dalam kesempatan lain, ketika Shanaz mengobati luka Parno setelah jatuh dari sepeda, Ningsih marah-marah ketika mendengar mereka bicara berdua. Begitupula ketika Parno lebih memilih untuk mengobati luka Shanaz sesudah bersama Ningsih dikeroyok warga. Ningsih begitu sewot dan memilih untuk duduk di bangku luar rumah Parno, meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.
Di balik rasa cemburu dan kekesalannya terhadap Parno, Ningsih tetaplah perempuan yang mendamba cinta. Profesi sebagai pelacur tidak menjadikannya lupa akan hasrat cinta kepada laki-laki yang dianggap sebagai pendamping ideal di masa mendatang; lugu dan tidak neko-neko, seperti Parno.Â