Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keberantaraan, Ambivalensi, dan Hibriditas Budaya dalam Pandangan Bhabha

4 Februari 2022   05:00 Diperbarui: 4 Februari 2022   05:04 4342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan cara tersebut, liyan melakukan perbaikan diri dengan cara belajar dalam institusi pendidikan kolonial, menulis dalam model Barat, maupun membiasakan diri dengan gaya hidup penjajah, tetapi mereka tetap bisa menegosiasikan kesadaran akan kedirian kultural yang berbeda.

Keselipan, keberlebihan, dan kegandaan kultural yang masih bisa dikenali dari subjek-mimikri menegaskan ketidakmenentuan dan ketidakutuhan perbedaan kultural yang berlangsung dalam ruang kolonial ataupun dalam ruang pascakolonial. 

Fungsi pengawasan dan harapan akan mudahnya mekanisme kekuasaan dari produksi subjek-subordinat-mimikri oleh subjek dominan menjadi terganggu dan tersubversi karena terjadi inapropriasi dan pengingkaran dari kebenaran budaya dan kuasa dominan. 

Dalam kondisi demikian, proyek "nasional" yang mengidealisasi keutuhan pengetahuan modern sebagai basis sistem kekuasaan yang disebarluaskan pihak dominan (termasuk di dalamnya melalui produk tulisan) ntidak bisa serta-merta diterima atau berjalan secara natural karena mimikri yang berlangsung dalam "pengulangan" yang penuh keselipan dan kegandaan, bukannya representasi utuh yang mengikuti keinginan pihak dominan; sebuah ancaman (Bhabha, 1984: 128).

Ketika kita membincang ancaman yang dihadirkan oleh mimikri kolonial, bukan berarti mempersoalkan ancaman secara fisik yang bisa menghancurkan tatanan politik kolonial melalui gerakan revolusi, misalnya. Ancaman yang dimaksudkan adalah ancaman yang menggangu tatanan wacana dan pengetahuan kolonial melalui visi ganda mimikri (Bhabha, 1984: 129). 

Dalam sebuah ruang hidup yang dipenuhi perbedaan rasial dan kultural, menjadi penting untuk mendefinisikasn siapa-siapa yang boleh dan tidak boleh dikategorikan ke dalam sekaligus bisa mendukung kekuasaan. 

Ketika mimikri berlangsung dalam visi ganda-nya, subjek ordinat melakukan apropriasi sekaligus inapropriasi (kehadiran parsial/sebagian) yang mengakibatkan ketidakutuhan perbedaan rasial dan kultural sebagaimana diyakini oleh subjek dominan. 

Bagi subjek subordinat mimikri menjadi ejekan terhadap kesatuan atau keutuhan wacana dan pengetahuan yang selama ini dikonstruksi sebagai rezim kebenaran sekaligus basis mekanisme kekuasaan. 

Artinya, subjek subordinat bisa mengapropriasi model wacana dan kekuasaan dominan dalam tulisan mereka untuk melakukan proyek subjektivitas yang berada dalam kegandaan yang sekaligus mengingkari kebenaran wacana dan kekuasaan tersebut untuk memperluas kedaulatan. 

Konsep "serupa tapi tak sama", "hampir sama tapi tidak sepenuhnya", atau "meniru tapi tidak diam" dalam mimikri inilah yang oleh Bhabha (1984: 130) disebut sebagai "metonimi kehadiran", sebuah tujuan strategis yang diproduksi melintasi batasan-batasan kultural dalam wujud semacam kamuflase (kemiripan yang membedakan kehadiran menyeluruh dengan memamerkannya sebagian)  yang benar-benar menjadi ejekan sekaligus ancaman. 

Kita bisa melihat bagaimana para pendiri Republik ini meniru pendidikan dan politik kebangsaan termasuk berbaju jas ala Barat. Namun, mereka menggunakan itu semua bukan untuk mendukung kolonial Belanda, alih-alih memanfaatkannya untuk kepentingan kemerdekan. Dalam berbusana, meskipun mengenakan jas, mereka tetap memakai kopyah atau ada juga yang memakai "udeng" (kain pengikat kepala).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun