Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Empat Mata dan Tukulisme ala Kandidat Doktor

30 November 2021   04:00 Diperbarui: 30 November 2021   04:05 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum pukul 21.30 WIB, masing-masing dari mereka tenggelam dalam aktivitas dalam kamar, biasanya dengan pintu tertutup: membaca buku ataupun menyiapkan tugas/ujian (bagi Pak Wayan dan Pak Parwata) dan disertasi (Pak Agung karena dia terlebih dahulu kuliah).

Begitu waktu menunjukkan pukul 21.30, mereka segera membuka pintu dan mengambil posisi duduk di karpet spon dan kursi. Raut senyum langsung terlihat di wajah ketiganya, ketika Tukul membuka acara dengan sapaan dan gerak tubuh khasnya, “Oke, jumpa lagi di Empat Mata” (sambil tangannya membentuk gerakan buka-tutup sebagai ikon dari mulutnya yang lebar).

Dengan cermat mereka memperhatikan bintang tamu pertama yang akan hadir. Setelah acara berlangsung, maka segera mereka memasuki ‘ritual tawa’ yang begitu lepas. Meskipun tertawa dengan lepas, tetapi mereka tetap tidak bisa ‘membunuh’ komentar di antara mereka bertiga. Komentar yang terjadi biasanya tidak bersifat dua arah, tetapi saling menimpali.

Misalnya pada salah satu episode yang menampilkan bintang tamu Arswendo Atmowiloto di mana dia berpura-pura marah pada Tukul ketika menanyakan persoalan hubungan cinta yang bisa terjadi dengan para artis selama syuting, mereka bertiga tertawa sembari memberikan komentar-komentar spontan.

Pak Wayan, misalnya, sambil tertawa berkomentar: “Si Tukul dikerjai”. Mendengar itu, Pak Agung menimpali, sambil tetap menatap ke TV: “Si Wendo sengaja, habis si Tukul”. Adapun Pak Parwata cukup dengan mengatakan: “Kena dia”.

Yang menarik dicermati dari cara mereka tertawa adalah terjadinya ‘proses penghancuran’ simbol-simbol sosial yang melekat dalam diri mereka. Mereka bertiga tidak lagi mempertimbangkan posisi mereka sebagai kandidat doktor yang oleh banyak orang dibayangkan sangat akademis ataupun serba teratur.

Apa yang terpenting adalah tertawa menikmati kelucuan-kelucuan yang berlangsung. Bahkan Pak Agung sebagai keturunan raja, sejenak ‘melepaskan’ karakteristik keningratan yang melekat pada dirinya ketika dia berada di dalam puri, bahkan dia seringkali hanya mengenakan celana pendek ketika menonton Empat Mata. 

Posisi tempat duduk Pak Agung yang seringkali ‘manasuka’ (arbitrer) juga menjadi penanda betapa status sosial di lingkungan kultural asal (tradisi Bali) mengalami peleburan ketika berada di depan layar kaca dalam lingkungan kultural yang sama sekali berbeda, tempat kos akademisi.

Dengan kata lain, dalam ruang tamu di tempat kos mereka, kode-kode budaya yang selama ini melekat, bisa ‘dihancurkan’ sendiri oleh individu-individu yang selama ini dicitrakan terikat dengan kode-kode tersebut, dan itu terjadi ketika mereka menonton atraksi Tukul.

Menonton Tukul dan menonton acara-acara favorit lainnya menjadi ruang yang cair untuk mempererat ikatan dan interaksi sosial di antara mereka. Aktivitas penonton, tidak hanya dilakukan dalam intensitas sorot mata, tetapi juga mereka imbangi dengan aktivitas lain, seperti ngemil makanan ringan yang disajikan dalam toples di meja tamu ataupun di karpet spon.

Tidak lupa biasanya salah satu diantara mereka memasak air di hitter untuk membuat kopi instan (Pak Wayan) ataupun susu (Pak Parwata dan Pak Agung). Jadilah, praktik konsumsi menonton yang berdampingan dengan aktivitas konsumsi snack dan minuman. Namun, biasanya mereka makan snack dan minum, pada saat jedah iklan sembari mempercakapkan apa yang baru dilihat. Kondisi ini menciptakan suasana yang semakin cair dan relasi serta interaksi sosial menjadi semakin erat di antara mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun