Galuh menoleh ke belakang, sebuah ruangan gelap. Ibunya berdiri di atas sebuah kursi.
"Ibu.." Galuh maju mendekat, selangkah kemudian dia teringat adiknya yang terkapar di atas aspal. Galuh berbalik badan dengan cepat. Tapi tak ada lagi pintu, atau darah, atau jalan raya yang kacau balau akibat kecelakaan hebat.
"Ibu kangen Reina, Galuh."
Galuh mengembalikan perhatiannya pada sang ibu. Tak sampai sedetik kemudian, perempuan yang melahirkannya itu melompat dari kursi kayu.
"Ibuuuuuu!!" Galuh berteriak sekuat tenaga.
Ibunya tak menyentuh lantai, tubuhnya tertahan seutas tali tambang yang melilit lehernya, disangkutkan pada sebuah kawat di atasnya.
Galuh menangis terisak-isak. Dipangkunya tubuh sang ibu.
Suara roda besi berderit-derit mengalihkan perhatian Galuh. Beberapa perempuan dengan seragam perawat mendorong sebuat tempat tidur, dengan tubuh yang ditutupi selembar kain di atasnya.
Galuh berlari ke arah mereka. Disingkapnya kain penutup, dan mendapati tubuh ayahnya terbaring kaku. Galuh jatuh di atas kedua lututnya, menangis tanpa suara.
"Jangan bergerak!"
Suara kencang yang menghardik membangunkan Galuh. Wajahnya masih basah karena air mata. Belum sempat menenangkan diri, beberapa orang dengan seragam polisi menyeret Galuh keluar dari kamar sewaannya.