Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Akuntan - Dedi Irawan

Belajar seumur hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Invisible Hands dalam Praktik Oligopoli di Industri Peternakan

11 Desember 2022   22:17 Diperbarui: 11 Desember 2022   22:20 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Lainnya (termasuk industri rakyat)

 NA

14,9%

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dengan besar 0-100% dari total market share. Indeks Hirschman-Herfindhal (HHI) mengukur tingkat konsentrasi pasar industri dengan memperhitungkan semua titik pada kurva konsentrasi, menjadi jumlah pangsa pasar kuadrat dari perusahaan indutri. Analisis HHI pada keempat perusahaan terbesar di industri peternakan ini menunjukkan PT Charoen Pokphand pada tahun 2021 menguasai pasar secara dominan, diikuti tiga perusahaan lain, yaitu PT Japfa Comfeed, PT Malindo Feedmill, dan PT Sierad Produce. Jaya, W.K (2014) mendefinisikan hambatan masuk pada sebuah pasar sebagai semua hal yang memungkinkan terjadinya penurunan, peluang, atau kecepatan masuknya pesaing baru. Salah satu yang menjadi penghalang masuknya pasar adalah hadirnya perusahaan besar di Indonesia, terlihat dari indikator market share.

              Analisis perilaku industri dilakukan secara deskriptif untuk memperoleh informasi tentang perilaku perusahaan dalam suatu industri. Analisis ini dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku secara kualitatif sulit diukur. Kuncoro, M (2007) mendefinisikasi perilaku industri sebagai pola tanggapan dan penyesuaian berbagai perusahaan dalam suatu industri untuk mencapai tujuannya dan menghadapi persaingan. Perilaku dapat dilihat pada bagaimana perusahaan menentukan harga, penjualan, promosi produk, atau iklan, serta berbagai kegiatan lain yang dapat terjadi di pasar, hingga research & development.

Dilihat dari segi peluang pasar, pengembangan agribisnis peternakan memiliki prospek yang baik, khususnya untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang masih akan terus mengalami akselerasi seiring dengan pertumbuhan ekonomi, pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan urbanisasi. Pasar internasional mungkin belum dapat ditembus karena membutuhkan dukungan sistem rantai pasok yang mampu menyediakan produk dengan mutu, volume dan waktu terjamin. Oleh karena itu, pasar internasional di masa datang akan lebih merupakan ancaman daripada kesempatan bagi agribisnis peternakan Indonesia.

Dilihat dari sisi produksi, hanya usaha peternakan ayam, khususnya ayam ras pedaging dan petelur, yang mempunyai kemampuan paling tinggi untuk memanfaatkan peluang pasar domestik yang ada. Peternakan ayam ras telah berkembang menjadi suatu industri yang cukup terintegrasi secara vertikal dan amat dinamis karena didukung oleh perusahaan berskala besar, termasuk perusahaan multinasional, khususnya di segmen hulu (industri pakan dan DOC), yang bertindak sebagai motor penggerak rantai pasok, sehingga disamping dapat memenuhi permintaan pasar domestik, juga mempunyai daya saing yang cukup memadai. Sebaliknya, peternakan non-ayam ras (sapi, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras) mengalami kendala produksi sehingga selama ini telah terperangkap ke dalam titik keseimbangan rendah (low equilibrium trap) karena didominasi oleh usaha peternakan rakyat skala kecil, bersifat sebagai usaha sambilan dengan modal serta kapasitas manajemen terbatas.

Prospek Industri Perunggasan Indonesia

Prospek industri perunggasan 2022 tak bisa dilepaskan dari kondisi fundamental ekonomi. Dalam kondisi pandemi, sejumlah bisnis, termasuk hotel, restoran, dan catering (horeka) yang selama ini banyak menyerap produk unggas, masih harus membatasi kapasitas. Padahal, biaya operasional, seperti gaji karyawan, listrik, sewa kantor, dan biaya tetap lainnya harus dibayar penuh.

Banyak pihak optimistis perekonomian bakal kembali pulih pada tahun 2022 seiring membaiknya kondisi pasca pandemi Covid-19. Untuk kesekian kalinya di kala krisis atau resesi, pertanian dengan subsektor peternakan mampu menjadi penyelamat ekonomi bangsa. Alasannya, pangan adalah kebutuhan primer dan esensial yang tidak bisa ditunda saat pandemi atau normal. Bahkan, di saat pandemi masyarakat sangat dianjurkan untuk menyantap makanan bergizi yang bisa mendongkrak imunitas tubuh sebagai benteng melawan Covid-19.

Selain itu, mengacu pada piramida Abraham Maslow, konsumen kini bahkan telah menggeser kebutuhan mereka dari mengejar puncak piramida, yakni aktualisasi diri dan esteem ke dasar piramida, yakni makanan, kesehatan, dan keamanan jiwa-raga. Karena itu, jikapun di tahun 2022 ekonomi belum sepenuhnya pulih, bisa dipastikan permintaan terhadap produk pertanian, termasuk produk unggas, seperti broiler dan telur (ayam buras, ras petelur, itik, itik manila, dan puyuh), tetap tidak tergantikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun