Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Akuntan - Dedi Irawan

Belajar seumur hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Invisible Hands dalam Praktik Oligopoli di Industri Peternakan

11 Desember 2022   22:17 Diperbarui: 11 Desember 2022   22:20 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Konsentrasi mengindikasikan derajat tingkat market power. Kekuatan pasar adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mempengaruhi dengan kuat kuantitas dan harga di pasar. Market power muncul jika market share mencapai 15 persen. Jika market share mencapai 25-30 persen, derajat monopoli dapat menjadi lebih signifikan. Market share lebih dari 40-50 persen biasanya memberikan market power yang lebih besar (Sheperd, 1997).

Komponen struktur industri terdiri dari jumlah perusahaan di industri, konsentrasi industri, dan hambatan masuk industri. Di industri peternakan, meningkatnya rasio harga daging ayam broiler terhadap harga pakan sebelumnya telah meningkatkan secara signifikan jumlah perusahaan di industri. Namun seiring membesarnya perusahaan-perusahaan di dalam industri, ada indikasi sulitnya "entry and exit" suatu  perusahaan dalam industri broiler dewasa ini, meskipun tingkat keuntungan diasumsikan normal dikarenakan keseimbangan harga dan permintaan

Di sisi lain, perilaku merupakan tindakan apa yang dilakukan perusahaan terkait harga produk, tingkat produksi, produk, promosi dan variabel kunci lainnya. Perilaku dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu harga dan non harga. Kategori non harga termasuk iklan, kemasan, kualitas produk dan sebagainya (Greer, 1992). Perilaku pasar merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu. Scherer (1990) menyatakan terdapat tiga kriteria untuk melihat perilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry, dan tipe produk.

Perilaku strategis perusahaan hanya ada pada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada kebijakan strategis perusahaan dalam menentukan jumlah dominasi output, penentuan harga, advertensi, pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar, serta dalam kebijakan produk. Perilaku perusahaan-perusahaan juga mengenal adanya integrasi vertikal berupa merger. Integrasi vertikal dapat menimbulkan ekonomisasi dan berdampak terhadap persaingan. Alasan-alasan untuk melakukan integrasi vertikal dan merger antara lain adalah untuk meningkatkan pangsa pasar, pertumbuhan, mendapatkan laba yang lebih tinggi, efisiensi dan juga untuk mengurangi ketidakpastian usaha. Integrasi dan konglomerasi termasuk dalam kegiatan merger (Hasibuan, 1994).

Perilaku pasar, di sisi lain adalah perilaku aktual dari pembeli dan penjual di pasar. Ini termasuk kebijakan harga, kegiatan untuk meningkatkan hambatan masuk dan kegiatan mencari kegiatan untuk membangun regulasi untuk membatasi persaingan.

Kinerja Pasar

Permintaan barang atau jasa yang meningkat akan meningkatkan harga barang tersebut dan sebaliknya produksi barang dan jasa yang meningkat akan menurunkan harga barang atau jasa tersebut, ceteris paribus. Integrasi vertikal memiliki hubungan positif dan sangat signifikan dengan harga jual perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi vertikal yang dijalankan di industri broiler merupakan integrasi semu, di mana semestinya dengan integrasi, usaha menjadi lebih efisien dan harga produk menjadi rendah.   Hal ini disebabkan karena perusahaan peternakan terbagi dalam unit-unit industri yang terpisah yang pada masing-masing unit perusahaan terdapat margin pemasaran (Yusdja et al., 2004). Biaya per unit menunjukkan efisiensi dari segi biaya dan sangat signifikan dipengaruhi oleh integrasi vertikal.

Perusahaan terintegrasi akan mampu mengurangi inefisiensi alokatif dengan melakukan diversifikasi risiko, memastikan penawaran atau pasar, menangkap peluang atau skala ekonomis, menginternalkan eksternalitas  produksi, penentuan harga, dan keputusan pasar (Klein et al., 1978). Sementara itu, produksi broiler perusahaan berhubungan positif dengan biaya per unit. Gopinath et al. (2002)  menyatakan suatu industri dengan kondisi keseimbangan simetris dengan kebebasan masuk dan keluar, tingkat rata-rata pertumbuhan dalam industri berbanding terbalik dengan jumlah perusahaan.

Kompleksitas Industri Peternakan Indonesia

Sub sektor peternakan merupakan basis ekonomi yang berpotensi tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu sub sektor peternakan yang mengalami pertumbuhan pesat adalah sektor perunggasan. Sektor perunggasan merupakan ujung tombak dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi hewani. Produk unggas memberi kontribusi terhadap konsumsi protein sebesar 11,00% (Susenas, 2011) dan berkontribusi terhadap konsumsi protein hewani sebesar 60,73% (Bahri, 2008).

Selain itu, sektor perunggasan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 1000 orang per tahun. Pertumbuhan produksi unggas cukup prospektif dan progresif. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan produksi yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, produksi ayam broiler dari perusahaan besar (terintegrasi) yang menguasai pasar lebih dari 85% telah mencapai lebih dari 2,5 juta ton (GPPU, 2014). Sementara kebutuhan hanya sebesar 2,3 juta ton. Hal ini berarti kebutuhan daging ayam broiler dapat dipenuhi dari dalam negeri (self sufficient). Dari aspek permintaan, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap produk unggas terutama daging ayam cenderung naik rata-rata sekitar 9,3% per tahun (Susenas Tahun 2013, diolah Puska Dagri, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun