Kuterbangun dari mimpi panjangku. Tak terasa sudah sampai. Masih belum tahu harus menjawab apa saat ditanya tujuan kepulanganku. Biasanya aku hanya pulang saat liburan saja. Yang jelas tak mungkin aku jawab hanya sekedar untuk bermain-main dengan kunang-kunang. Terlalu konyol.
Rumahku tampak sepi. “Ada apa le, kok tau-tau pulang! Nggak lagi ada apa-apa to?” Tanya Ibuku saatku menghampirinya di dapur. Rasa capek perjalanan sudah hilang. Begitu aku datang Ibu langsung menyuruhku makan dan istirahat.
“Nggak kok Bu. Cuma lagi pengen pulang aja.” Jawabku sekenanya. Menutupi segala kegundahan hati.
“Oh, ya sukur kalau cuma mau pulang aja. Mau lama di rumah?”
“Nggak Bu, paling lima-lima hari.”
“Tadi Eyang tahu kalau kamu pulang. Kamu sama Eyang suruh main ke rumah Eyang sebelum kembali ke pondok.”
Tumben Eyang nyuruh aku main. Biasanya tak perlu disuruh aku juga main. Minta doa restunya.
Sore itu juga aku main kerumah Eyang. Penasaran, ada apa sebenarnya? Rumahnya masih seperti dulu. Sekilas rumah ini sama dengan Gubuk Tua yang ada di pondok. Bangunan kunonya identik dengan peninggalan Belanda. Hanya saja rumah Eyang lebih terawat. Pintunya tidak ditutup, berarti Eyang lagi di rumah. Aku langsung nyolong masuk, “Assalamualaikum…”
Duuggh… “Auuw…” kepalaku sakit. Pintu Eyang terlalu rendah. Aku lupa.
“Waalaikumussalam…” jawab Eyang sambil tertawa melihatku kesakitan.
“Kok belum liburan udah pulang. Apa nggak dikirim lagi?” sambut Eyang di depan pintu, sebelum aku sempat masuk rumah.