Dia terdiam lama, “Aku lagi sebel dek, kakak lagi kecewa.”
“Kenapa kak?”
“Kakak merasa dihianatin. Setiap kali dia janji selalu aja diingkari.”
“Oh!”
Aku diam sejenak membiarkan fikirannya melayang.
“Emang yang nyebabin kecewa itu apa sih kak?” Tanyaku pura-pura nggak tahu.
“Yang nyebabin kecewa? Ya banyak. Merasa dihianatin, diremehin, dan banyak lah.”
“Salah kak,” jawabku spontan. Aku diam lagi memberi kesempatan berfikir dan menyangkal pendapatku.
“Ya nggak seratus persen salah sih kak, cuma kurang tepat aja menurutku. Ada hal yang lebih dominan lagi kok dari itu. Kecewa tidaknya kita, itu tergantung seberapa pengharapan dan kepercayaan yang kita berikan. Itulah letak salahnya, bukankah kita sesama manusia tahu, bahwa porsi kita dalam menggapai dan merencanakan sesuatu hanya sebatas usaha, dan selebihnya milik yang menciptakan kita? Jadi ya kurang pas saja kalu kita berharapnya kepada sesama makhluk. Apalagi harapan yang berlebihan.”
Aku selalu pinter bicara kala menghadapi orang lain, Padahal aku sendiri masih nggak karuan. Aku juga masih bingung menjalani hidupku saat ini. Bahkan kasus yang sama juga pernah kualami sendiri. Aku hanya bisa menasehati seseorang, tapi tidak diriku sendiri.
***