Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Persahabatan: Mentari di Malam Hari [Bagian 2 Selesai]

11 Desember 2023   14:14 Diperbarui: 11 Desember 2023   14:23 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Oh iya kakak juga pernah cerita tentangmu Surya. Katanya ia sangat beruntung mempunyai teman sepertimu. Kakak merasa punya saudara laki-laki. Ia juga pernah bilang iri kepadamu. Kamu itu sepeti rivalnya, teman sparing kakak dalam berkarya.” Surya sangat terkejut mendengar kata-kata itu.

'Benarkah itu? Apakah Melati sedang bercanda?' kata Surya dalam hati. 'Tapi Melati bukan tipe orang yang suka memainkan perasaan, dia hanya polos, dan mungkin itu semua benar adanya,' ucap Surya masih di dalam hati.

Sementara itu, untuk mewadahi semua keterangan yang baru saja didapatnya dari Melati, Surya hanya mengakatan sepenggal kalimat: “Oh ya? Syukurlah.”

Surya merasa senang bisa mengantar Melati pulang. Ia pun sudah tidak mempedulikan tujuan awalnya tadi: pergi membatalkan pertemuan dan pulang. Padahal Melati sendiri sebenarnya tinggal di sanggar seni. Satu tempat yang sedang berusaha ia hindari.

Tidak lama kemudian, Surya dan Melati akhirnya sampai di sanggar seni. Di sana Ibnu sedang menunggu di teras rumah, bersama beberapa orang yang dari dandanannya tampaknya adalah seniman. Mereka sedang melihat-lihat lukisan yang menempel di tembok teras.

Sanggar seni ini memang merangkap dua fungsi yang berbeda, pertama sebagai tempat berkumpul orang-orang penggiat seni dan yang kedua sebagai tempat bernaung sebuah keluarga kecil, keluarga Melati. Melihat Surya dan Melati yang turun dari skuter merah marun butut itu Ibnu lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya.

“Jadi ini alasannya, aku menunggumu sampai dua jam lebih.” Ucap Ibnu sambil memicingkan kedua matanya ke arah Surya.

“Maafkan aku, tadi motorku sempat mogok,” kata Surya sambil terkekeh membalas ucapan Ibnu. Ia bicara pada Ibnu, namun pandangannya selalu menuju ke arah Melati yang kini tampak menahan senyum dan menutupi kedua pipi lembutnya yang perlahan memerah.

Setelah bicara sebentar dengan Ibnu, diketahui bahwa ternyata Purnama belum juga datang. Surya dan Ibnu lalu menyempatkan diri untuk menengok keadaan si empunya rumah. Seorang seniman yang kini tergeletak di ranjangnya, tak berdaya.

Melihat Melati mulai membereskan pakaian yang menempel pada tubuh ayahnya itu, Surya dan Ibnu lalu pamit dan meminta izin menunggu Purnama di teras rumah.

Sampai larut malam Purnama belum juga datang. Satu persatu, orang-orang yang sedang berkumpul di teras pun mulai meninggalkan sanggar. Hingga pada akhirnya tinggal tersisa Surya dan Ibnu di sana. Mereka berdua mulai gelisah, terlebih lagi Surya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun