Sang Ibu, Putri Rarasantang pun merasa bangga. Ia lalu meminta Syarif Hidayatullah agar bisa pulang ke tanah kelahirannya, Cirebon. Menyebarkan risalah Islam di sana, khususnya kepada para kerabat/keluarganya di Kerajaan Pajajaran.
Permintaan orang tua adalah keridaan Tuhan, maka segeralah ia merencanakan perjalanan selanjutnya, menuju Cirebon. Tahta sultan sendiri kemudian ia serahkan kepada adiknya, sang Syarif Nurullah.
Sesampainya di Cirebon, Syarif Hidayatullah lalu bertemu dengan Sang Uwa, Pangeran Cakrabuana. Ia kemudian menjelaskan maksud serta tujuannya datang ke Cirebon, yaitu untuk menyebarkan risalah Islam di tanah Cirebon lebih khususnya ke para kerabat/keluarga di Kerajaan Pajajaran.
Mendengar penjelasan Syarif Hidayatullah, Pangeran Cakrabuana lalu menahan sementara tekad keponakannya tersebut. Ia menyarankan agar Syarif Hidayatullah belajar hidup dan meminta izin terlebih dahulu ke Susuhunan (Sunan) Ampel di Ampeldenta.
Pahamlah Syarif Hidayatullah. Ia kemudian pergi ke Ampeldenta. Di sana dirinya menyerahkan diri sepenuhnya untuk belajar kepada Sunan Ampel. Syarif Hidayatullah pun kemudian belajar Islam dan hidup di Ampeldenta bersama tokoh-tokoh agama lainnya, seperti Sunan Giri, Bonang, Lemahabang, dll.Â
Setelah cukup belajar dan mendaras ilmu di bawah pengawasan Sunan Ampel, Syarif Hidayatullah pun akhirnya memperoleh izin untuk bisa menyebarkan Islam. Sebelum meninggalkan Ampeldenta ia kemudian didaulat sebagai Imam Cirebon. Penyebaran Islam oleh Syarif Hidayatullah pun akhirnya dimulai.
- China dan Cirebon Merdeka
Di satu waktu Syarif Hidayatullah pergi ke China dan tinggal di negeri Tartar. Maksud kedatangannya ke negeri China adalah untuk berdagang sekaligus melakukan usaha islamisasi di sana. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pedagang-tabib, yang juga memiliki kesaktian tertentu.
Mengetahui hal tersebut, Raja China penasaran. Sang Raja lalu mengundangnya untuk bisa datang ke istana. Ia ingin tahu sosok yang ramai dibincangkan rakyatnya sekaligus hendak mengetes kesaktian orang yang bernama Syarif Hidayatullah itu.
Saat di istana, Syarif Hidayatullah lalu diminta untuk menebak kondisi Putri Ong Tien, anak Sang Raja yang tengah berpura-pura hamil. Sang putri diketahui mengenakan bokor kuningan di perutnya untuk mengelabui Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah kemudian menebak dan mengatakan bahwa kondisi putri tersebut memang sedang benar-benar hamil. Tertawalah Sang Raja. Raja kemudian mengusir Syarif Hidayatullah dari istana dan menyuruhnya keluar dari negeri China.
Setelah kejadian tersebut, tiba-tiba kondisi Sang Putri berubah. Bokor kuningan yang dipakai sandiwara secara ajaib masuk ke dalam perut Sang Putri dan menjadikannya benar-benar hamil. Terkejutlah seluruh keluarga istana.