Gol ketiga itu seperti ingin direspon Laos dengan melakukan pergantian pemain. Pemain bertahan diganti pemain menyerang.
Tidak lama kemudian, Indonesia juga melakukan pergantian pemain yang sifatnya adalah menjaga ketenangan di lini belakang dan mencoba meningkatkan kualitas serangan. Dua hal itu tercirikan oleh Fachruddin Aryanto dan Ezra Walian.
Pergantian itu pun membuahkan hasil. Ezra Walian mampu mencetak gol ke-4 Indonesia setelah berhasil mengarahkan operan silang mendatar dari Witan ke gawang Thilavong.
Kehadiran Thilavong cenderung menarik, karena dia adalah kiper muda berusia 18 tahun yang masuk menggantikan Souvannasangso saat babak kedua dimulai. Souvannasangso adalah kiper yang merasakan hujaman banyak gol sejak laga melawan Vietnam dan Malaysia.
Kemudian, di kubu Indonesia, penyegaran lini serang kembali dilakukan Shin Tae-yong agar intensitas serangan Pasukan Garuda tidak kendur. Ramai Rumakiek pun masuk menggantikan Irja.
Tidak lama berselang, gol kelima tercipta lewat operan jauh Alfeandra menuju Evan Dimas. Sang kapten pun menunjukkan kualitas penyelesaian akhirnya yang masih mumpuni meski pertandingan sudah berada di menit 84.
Skor mencolok 1-5 membuat Laos tidak berkutik. Selvaraj juga hanya bisa melakukan pergantian pemain (seperti) tanpa punya tujuan yang jelas akan melakukan apa selain hanya untuk memberikan kesempatan bermain kepada pemain di bangku cadangan.
Pertandingan pun selesai dengan skor yang tidak berubah untuk kemenangan Indonesia di laga kedua di grup B. Kemenangan yang sejenak membuat Indonesia mencicipi puncak klasemen, meski akhirnya digeser oleh Vietnam.
Setidaknya, Indonesia dengan kemenangan telak ini ditambah skor 4-2 atas Kamboja di laga pertama, membuat Indonesia punya surplus 6 gol. Untuk sementara, Evan Dimas dkk ada di posisi kedua, di atas Malaysia yang dikalahkan Vietnam 3-0.
Kemenangan ini juga membuktikan bahwa Indonesia mampu meruntuhkan tembok yang berusaha dibangun Laos di lini pertahanannya. Kenapa taktik bertahan Laos akhirnya gagal total?