Mereka kemudian memilih segera mengalirkan bola ke depan. Namun, seringkali bola terlalu jauh dari jangkauan pemain yang menunggu di depan.
Di babak kedua, pendekatan permainan Kamboja berbeda. Meskipun ditekan, mereka memilih tetap memainkan bola pendek dan dari bawah.
Di sinilah, Shin Tae-yong seperti ingin menyegarkan pemain dengan memasukkan Ramai Rumakiek menggantikan Irfan Jaya. Kehadiran Ramai diharapkan bisa menekan permainan Kamboja sejak area terdepan.
Meski begitu, pola permainan Indonesia ketika tidak memegang bola, terlihat berbeda dibanding saat babak pertama. Mereka cenderung langsung mundur ketika kehilangan bola.
Ada dugaan, bahwa ini karena taktik untuk menghindarkan adanya bola lambung yang bisa merepotkan pertahanan Indonesia. Inilah yang mungkin membuat garis pertahanan Indonesia menjadi rendah.
Bukankah tim Indonesia sudah andal dalam mengantisipasi bola transisi?
Baca juga: Catatan Penting di Balik Kemenangan Perdana Timnas Indonesia Asuhan Shin Tae-yong
Sebenarnya sudah hampir andal, tetapi Shin Tae-yong sepertinya ingin mencegah kebocoran di lini belakang lewat skema itu. Makanya, dia memainkan Victor Igbonefo.
Igbonefo adalah pemain belakang pertama Indonesia bersama Fachruddin Aryanto yang mampu menerapkan taktik bertahan praktis dalam mengantisipasi bola transisi di pertandingan melawan China Taipei. Namun, sepertinya Shin Tae-yong ragu jika hal itu bisa dilakukan lagi.
Entah, karena ragu dengan kecepatan Victor Igbonefo yang memang sudah berusia 36 tahun, atau karena rekan duet Victor adalah Alfeandra Dewangga. Artinya, mungkin keduanya belum saling tahu cara bertahan masing-masing.
Yang pasti, garis pertahanan yang rendah membuat Kamboja lebih leluasa menguasai bola dan membuat para pemain Indonesia seperti cepat lelah untuk membangun serangan.