Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kemenangan Perdana Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 yang Belum Memuaskan

10 Desember 2021   14:43 Diperbarui: 11 Desember 2021   11:26 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi Evan Dimas dkk saat mengalahkan Kamboja, 4-2 di Piala AFF 2020 (9/12). Sumber: PSSI.org/via Kompas.com

Timnas Indonesia baru menjalani laga pertama di Piala AFF 2020 pada 9 Desember. Lawan pertama di grup B adalah Timnas Kamboja.

Secara sejarah, Indonesia memang tidak pernah kalah dari Kamboja. Tercatat, 16 pertemuan kedua tim ini dengan rekor 15 kemenangan yang diraih Pasukan Garuda.

Meski begitu, tim yang kini diasuh Ryu Hirose dan Keisuke Honda itu patut diwaspadai. Memang, mereka sudah menelan kekalahan 3-1 dari Malaysia, namun di situ publik bisa melihat bahwa para pemain Kamboja tidak gentar dalam meladeni permainan simpel Malaysia.

Berkaca pada laga itu, Ryu Hirose kemudian sempat membuat psywar sebelum kontra Indonesia. Menurutnya, tim Kamboja tetap akan bermain dengan penguasaan bola dan operan pendek saat menghadapi Indonesia.

Awalnya, pernyataan Hirose seperti "gertak sambal". Ini dikarenakan, dia menyatakan bahwa permainan serupa juga akan dilakukan timnya meski melawan Timnas Brasil sekalipun.

Apakah itu terbukti di laga Indonesia melawan Kamboja?

Pada awal babak pertama, psywar Hirose bisa dikatakan belum terlihat. Ini dikarenakan, permainan tim Indonesia-lah yang cepat mengambil-alih penguasaan bola.

Bahkan, skuad asuhan Shin Tae-yong ini langsung memberi petaka ke gawang Kamboja pada menit ke-4. Indonesia unggul cepat lewat gol sundulan Rachmat Irianto dengan asis Evan Dimas Darmono.

Serangan cepat Indonesia kemudian kembali membuka kelemahan lini pertahanan Kamboja setelah operan Pratama Arhan dari kiri mampu menemui Evan Dimas di sisi kanan. Sang kapten pun mampu mengarahkan tendangan ke pojok kanan bawah dari Hul Kimhuy.

Indonesia unggul 2-0 di menit 17. Keunggulan yang tentu membuat publik Indonesia bersemangat.

Bahkan, ada harapan jika Indonesia mampu mencetak banyak gol ke gawang Kamboja. Itu dikarenakan, pertahanan Kamboja terlihat ambyar dan lambat dalam mengantisipasi bola transisi.

Kamboja juga cenderung membiarkan para pemain Indonesia menguasai bola sampai melewati area tengah lapangan. Artinya, Kamboja menerapkan pertahanan garis bawah, alih-alih melakukan tekanan dengan garis tinggi.

Imbasnya, Indonesia mampu membangun serangan dan mengarahkan bola ke area kotak penalti Kamboja. Jika nahas, bola itu bisa saja langsung mengarah ke gawang. Kalau sedikit beruntung, bola akan dapat diblok namun menjadi sepak pojok.

Di sinilah, Indonesia kembali mencetak gol dan seperti gol pertama, Rachmat Irianto mampu mencetak gol lewat sundulan. Bedanya, hanya ada di titik sepak pojok dan pengeksekusi sepak pojok, yaitu Pratama Arhan.

Unggul tiga gol, Indonesia bukannya makin mengintimidasi lawan, justru menurunkan tempo permainan. Mereka juga "menyerahkan" permainan ke Kamboja.

Akibatnya, Kamboja mampu memperkecil ketertinggalan dengan memanfaatkan sepak pojok juga. Skor 3-1 menutup paruh pertama.

Di sinilah, penonton mulai bisa melihat pembuktian dari pernyataan Ryu Hirose. Permainan Kamboja di 15 menit terakhir babak pertama memperlihatkan kemampuan Kamboja dalam menguasai bola dan membangun serangan dari bawah.

Pada babak kedua, pemandangan serupa terjadi. Dan justru makin terlihat jelas, karena giliran Indonesia yang bertahan dengan garis rendah.

Operan-operan pendek pemain Kamboja bisa dikatakan ciamik. Hanya saja, operan akhirnya yang sulit membuahkan gol, karena penempatan pemain dan penyelesaian akhir yang tidak tepat.

Meski begitu, Kamboja sebenarnya sudah menyalakan alarm kepada Indonesia. Hanya saja, Indonesia terlihat seperti kurang waspada.

Jika ada yang menyatakan bahwa pergantian pemain Indonesia menyebabkan permainan Indonesia mengalami penurunan, sepertinya tidak seratus persen tepat. Justru, sepertinya ini karena perubahan taktik dan penurunan stamina.

Taktik di babak pertama, terutama pada 30 menit awal, Indonesia bermain dengan penekanan tinggi. Permainan Kamboja tidak berkembang karena penguasaan bola mereka terus diganggu sejak garis bawah.

Mereka kemudian memilih segera mengalirkan bola ke depan. Namun, seringkali bola terlalu jauh dari jangkauan pemain yang menunggu di depan.

Di babak kedua, pendekatan permainan Kamboja berbeda. Meskipun ditekan, mereka memilih tetap memainkan bola pendek dan dari bawah.

Di sinilah, Shin Tae-yong seperti ingin menyegarkan pemain dengan memasukkan Ramai Rumakiek menggantikan Irfan Jaya. Kehadiran Ramai diharapkan bisa menekan permainan Kamboja sejak area terdepan.

Meski begitu, pola permainan Indonesia ketika tidak memegang bola, terlihat berbeda dibanding saat babak pertama. Mereka cenderung langsung mundur ketika kehilangan bola.

Ada dugaan, bahwa ini karena taktik untuk menghindarkan adanya bola lambung yang bisa merepotkan pertahanan Indonesia. Inilah yang mungkin membuat garis pertahanan Indonesia menjadi rendah.

Bukankah tim Indonesia sudah andal dalam mengantisipasi bola transisi?

Baca juga: Catatan Penting di Balik Kemenangan Perdana Timnas Indonesia Asuhan Shin Tae-yong

Sebenarnya sudah hampir andal, tetapi Shin Tae-yong sepertinya ingin mencegah kebocoran di lini belakang lewat skema itu. Makanya, dia memainkan Victor Igbonefo.

Igbonefo adalah pemain belakang pertama Indonesia bersama Fachruddin Aryanto yang mampu menerapkan taktik bertahan praktis dalam mengantisipasi bola transisi di pertandingan melawan China Taipei. Namun, sepertinya Shin Tae-yong ragu jika hal itu bisa dilakukan lagi.

Entah, karena ragu dengan kecepatan Victor Igbonefo yang memang sudah berusia 36 tahun, atau karena rekan duet Victor adalah Alfeandra Dewangga. Artinya, mungkin keduanya belum saling tahu cara bertahan masing-masing.

Yang pasti, garis pertahanan yang rendah membuat Kamboja lebih leluasa menguasai bola dan membuat para pemain Indonesia seperti cepat lelah untuk membangun serangan.

Mereka menjadi lebih terburu-buru dan akurasi operan tidak bagus. Beruntung, Indonesia bisa menambah gol lewat tendangan indah Ramai Rumakiek, pasca menerima operan Ricky Kambuaya.

Kedudukan 4-1 membuat Kamboja berusaha keluar habis-habisan untuk menyerang. Namun, di sini Indonesia bisa beruntung karena ada faktor pengganjal Kamboja untuk dapat membuat kejutan.

Faktor pengganjalnya adalah operan pendek Kamboja cenderung masih lambat, dan kualitas pemain yang ada di depan tidak cukup bagus untuk berduel satu lawan satu dengan pemain bertahan Indonesia.

Meski begitu, Kamboja bisa mencetak gol kedua ke gawang Syahrul Trisna Fadhil lewat eksekusi tendangan bebas jarak jauh dari Prak Mony Udom. Skor berubah menjadi 4-2 pada menit 60.

Di sinilah kemudian pemandangan mengerikan terjadi. Para pemain Indonesia terlihat sudah letih, pemandangan yang tidak biasa di masa kepelatihan Shin Tae-yong.

Alhasil, pada 15 menit akhir babak kedua, ketika tim Indonesia sempat melakukan tekanan tinggi ke penguasaan bola Kamboja di pertahanan mereka, hasilnya tidak maksimal. Karena, yang bisa terus menekan hanya Ramai dan Kushedya Hari Yudo yang menggantikan Ezra Walian.

Di sinilah kita melihat penyakit Timnas Indonesia kambuh. Lalu, kenapa itu bisa terjadi?

Pertama, faktor lokasi pemusatan latihan yang terlihat tidak sesuai iklim tempat terselenggaranya Piala AFF. Pemain perlu beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi dan bisa saja mengakibatkan pemain cepat lelah.

Kedua, faktor drama paket makanan dari pihak panitia penyelenggara. Porsi yang dikabarkan terlalu sedikit untuk ukuran atlet bisa menjadi salah satu faktor, dan tidak hanya Indonesia yang mengeluh tentang itu.

Ketiga, Shin Tae-yong melakukan "rotasi" pemain. Itu dapat dilihat dari susunan pemain yang tidak seperti pada laga uji coba.

Skuad Timnas Indonesia vs Kamboja (9/12). Sumber: via PSSI.org
Skuad Timnas Indonesia vs Kamboja (9/12). Sumber: via PSSI.org

Ryuji Utomo dan Syahrul Trisna Fadhil adalah pemain yang jarang mendapatkan menit bermain di laga uji coba. Namun, keduanya bermain sejak menit awal, dan petaka bagi timnas ketika Ryuji terlihat mengalami cedera di akhir babak pertama.

Kemungkinan, Shin Tae-yong ingin menyimpan susunan pemain terbaiknya untuk menghadapi Vietnam dan Malaysia di dua laga terakhir fase grup. Apakah keputusannya salah?

Sebenarnya tidak salah. Ryuji adalah bek tengah yang sigap dalam menghadapi bola transisi dari lawan. Seandainya Ryuji tidak mengalami benturan yang terlihat fatal, bisa saja dia bermain penuh.

Syahrul juga mampu bermain cukup baik. Fakta di statistik memang menunjukkan dia kebobolan dua gol, tetapi dia mampu mempelajari kesalahannya dalam mengantisipasi tendangan bebas, dengan cara menunggu arah datangnya bola daripada cepat menebak arah datangnya bola.

Lalu, apa yang membuat timnas Indonesia terlihat tidak bermain memuaskan meski menang atas Kamboja?

Jika merangkum apa yang sudah dijelaskan di paragraf-paragraf sebelumnya, maka faktor penyebabnya adalah penurunan tempo dan menciptakan garis pertahanan rendah.

Dua faktor yang kemungkinan besar berawal dari indikasi meremehkan lawan. Meskipun, kalau dilihat jeli terhadap penurunan pemain yang dilakukan Shin Tae-yong terutama di babak kedua, sebenarnya tidak ada masalah.

Semua pemain yang diturunkan sebenarnya sudah menjalankan tugasnya masing-masing dengan cukup baik.

Edo Febriansyah yang masuk menggantikan Pratama di akhir babak pertama sebenarnya cukup mampu memperkuat pertahanan. Hanya saja, dia lemah dalam mendukung serangan jika dibanding Pratama.

Igbonefo juga sebenarnya tampil cukup baik dalam menggalang pertahanan. Meski dia kemungkinan kalah gesit dalam adu lari, dia mampu melakukan man to man marking dan zona marking.

Tentu, dengan catatan bahwa kualitas penyerang Kamboja belum sepadan dengan jam terbang karier profesional Igbonefo. Pemain Kamboja memang punya kelincahan, namun pengalaman seringkali menentukan.

Ramai Rumakiek jelas masih bisa dianggap sangat berkontribusi untuk timnas. Bukan hanya karena dia mencetak gol, tetapi juga kemauannya dalam membantu pertahanan.

Sempat pada suatu momen, dia membantu pertahanan di sisi kanan di area Asnawi Mangkualam. Saat itu, dia berupaya keras merebut bola dan meminta Asnawi untuk membiarkannya melakukan pembangunan serangan balik.

Artinya, pemain muda asal Persipura Jayapura ini sangat tepat untuk masuk di babak kedua demi mengimbangi determinasi pemain Kamboja. Hanya saja, satu pemain tidak bisa seratus persen mengubah keadaan jika tanpa keselarasan dalam timnya.

Syahrian Abimanyu yang menggantikan Evan Dimas juga cukup tepat dalam upaya membuat Indonesia tidak lagi fokus bertahan. Hanya saja, secara umum, timnya seperti kehilangan momentum untuk menguasai permainan seperti di babak pertama.

Yudo juga bisa dikatakan tepat untuk menggantikan peran Ezra sebagai penyerang tengah. Tipikalnya yang cenderung pelari tentu fasih dengan skema timnya yang mulai lebih fokus menjaga kedalaman lini belakang, alih-alih menambah gol.

Kalau semua masih terlihat tepat, lalu kenapa masih terlihat kurang melegakan bagi penonton?

Selain karena permainan Evan Dimas dkk yang terlihat seperti zamannya Bambang Pamungkas dkk, alias cepat kendur selepas menit 60, mereka juga menampakkan kekurangan lain yang fatal.

Pertama, akurasi operan yang jeblok di babak kedua. Kekurangan kedua, mereka mulai mengandalkan bola panjang ketika sudah mendapatkan tekanan tinggi dari lawan di area belakang.

Tentu, pemandangan ini menyedihkan jika nanti harus berhadapan dengan dua lawan terkuat di fase grup, yaitu Vietnam dan Malaysia. Bahkan, Kamboja saja yang mendapatkan tekanan tinggi dari pemain Indonesia, mereka tidak berupaya melakukan operan bola panjang seperti di babak pertama. Kenapa?

Karena, operan semacam itu sangat membutuhkan akurasi tingkat tinggi. Selain itu, bek-bek di Asia Tenggara rata-rata jago lari, karena badan mereka cenderung ramping.

Maka dari itu, akan sulit kalau menurunkan tempo permainan lalu mengandalkan bola panjang. Jika mengoper bola pendek saja bisa salah oper, apalagi bola panjang.

Statistik di menit 60. Sumber: via Google/search: AFF Suzuki
Statistik di menit 60. Sumber: via Google/search: AFF Suzuki

Statistik waktu penuh. Sumber: via Google/search: AFF Suzuki
Statistik waktu penuh. Sumber: via Google/search: AFF Suzuki

Meski begitu, Shin Tae-yong pasti tahu tentang apa yang harus dievaluasi. Memang, mereka akan menghadapi Laos, yang hampir 11-12 dengan Kamboja.

Tetapi, akan lebih bagus kalau Indonesia mampu bermain lebih baik lagi dan tidak meremehkan lawan seperti yang terindikasi pada laga melawan Kamboja. Semua lawan harus dihajar habis kalau memang ingin juara dan menjawab keraguan banyak orang.

Jadi, tetap berjuang Garuda!

Malang, 10 Desember 2021

Deddy Husein S.

***

Tersemat: Bolatimes.com, Kompas.com, dan Suara.com.

Terkait: PSSI.org 1, PSSI.org 2, Kompas.com, Bola.com.

Baca juga: Peluang Timnas Indonesia Menjuarai Piala AFF 2020, Besarkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun