Karena, skuadnya sudah lumayan bagus dibandingkan Euro 2016. Tetapi, mereka seperti ingin tetap bermain dengan mengandalkan serangan balik.
Memang, itu boleh saja kalau dilakukan karena hanya itu kelebihan dari tim tersebut. Tetapi, kalau melihat skuadnya yang lebih hebat dari tim Maroko atau lainnya, saya pikir itu adalah permainan yang terlampau pesimis sebagai tim besar.
Namun, karena Portugal sudah pernah mereguk sukses dengan cara bermain sedemikian rupa, maka gaya bermain seperti itu seperti sah saja. Apalagi, bagi orang-orang yang cenderung suka melihat hasil daripada proses. Yang penting, jadi orang yang tersenyum dan tertawa riang di akhir. Beres!
Itulah yang kemudian saya pikir bahwa tim Inggris juga seperti ingin menduplikasi gaya bermain Portugal. Memperkuat pertahanan dan mengefektifkan serangan. Apakah itu berhasil?
Selama Inggris bisa memenangkan pertandingan, atau minimal tidak kalah, strategi itu bisa dianggap berhasil. Tetapi, akan sejauh mana pencapaian Inggris?
Jika melihat produktivitas Inggris di fase grup Euro 2020 yang bisa dikatakan "paket hemat" seperti tim Argentina di fase grup Copa America 2021--sebelum menang 1-4 vs Bolivia, itu sangat memprihatinkan. Bahkan, lebih memprihatinkan Inggris daripada Argentina. Mengapa?
Karena, Argentina seret gol bukan sepenuhnya mereka tidak mau menyerang. Tetapi, mereka seperti berusaha mengendalikan tempo permainan.
Permainan sepak bola di Amerika Selatan cenderung mengandalkan transisi cepat, dan itu adalah kekuatan besar bagi tim-tim Amerika Selatan untuk memporak-porandakan pertahanan lawan. Inilah yang ingin diredam oleh Argentina.
Mereka meredamnya dengan penguasaan bola di lini tengah, bukan bertahan. Itulah mengapa, ketika mereka tidak seproduktif Brasil dan tim lainnya, itu bukan sepenuhnya menggambarkan kelemahan menyerang Argentina.
Bahkan, ketika mereka mencetak gol, itu karena mereka sedang mampu menguasai permainan di area pertahanan lawan, bukan mengandalkan serangan balik. Artinya, Argentina sangat berbeda dengan Inggris, walaupun dalam segi produktivitas sama-sama minim.
Inggris mengalami seret gol, karena mereka cenderung ingin meraih hasil 'yang penting tiga poin'. Caranya, memberikan penguasaan bola kepada lawan, dan mereka mengincar serangan balik.