Baca juga: Keributan Suporter Bola, Fanatisme atau Hobi?
Sebenarnya ada keanehan yang sangat besar ketika melihat turnamen pramusim seperti PGJ ternyata tidak ramah terhadap pendukung klub non Jatim, khususnya Persija. Meminimalisir kejadian di luar tanggung jawab panpel dan federasi dengan cara menghimbau suporter tamu seperti The Jakmania untuk tak hadir, justru menyiratkan ketidaksanggupan panpel dan federasi dalam menghadapi kerusuhan. Artinya kerusuhan suporter (seperti) ditakuti oleh mereka.
Kita seperti melihat ketakutan dalam menghalau kerusuhan. Padahal kerusuhan yang tidak dilawan, selamanya akan terwariskan secara gerilya di tubuh suporter.
Namun, bukankah PSSI sudah menghukum banyak klub di kompetisi musim lalu dengan melarang suporter menghadiri pertandingan seperti Persebaya, Arema, Persib, dan lainnya?
Benar! PSSI memang telah memberikan banyak hukuman, namun hukuman itu ternyata tak membuat pendukung klub-klub itu jera. Memang, para pelaku kerusuhan itu (selalu) disebut oknum, namun tetap saja, mereka (sebenarnya) bagian dari suporter, bukan?
Artinya, dari penamaan saja itu sudah menyiratkan bahwa kita cenderung tidak ingin merangkul mereka yang membuat kerusuhan sebagai bagian dari suporter tersebut. Padahal, jika kita merangkul para pelaku kerusuhan itu, maka kita akan dengan bijak dapat memberikan hukuman kepada mereka sebagai pihak internal.
Bisa saja hal itu sudah dilakukan, namun tindakan itu sepertinya tidak berbanding lurus dengan apa yang tersiar di media massa bahwa para pengurus atau pemimpin suporter seringkali mengatakan bahwa itu adalah oknum yang berbuat, bukan "mereka". Padahal, jika mereka berangkat dari titik yang sama dan tidak melakukan kerusuhan, pasti mereka akan disebut bagian dari kelompok tersebut.
Ini adalah gambaran bahwa kita cenderung tidak mau dianggap bersalah ketika orang yang berada di bagian kita -entah terdaftar atau tidak, cenderung tidak mau diurus. Model sikap ini juga diperparah dengan pola kerja panpel dan federasi.
Khusus soal sepak bola dan berada di dalam lapangan, memang peran kepolisian seharusnya tak dibebani terlalu berat. Biarkan para pengayom keamanan masyarakat itu bekerja secara pragmatis alias netral, dengan cara menerima jaminan bahwa pihak panpel dan federasi siap bertanggungjawab ketika ada apapun di segala sendi di perhelatan sepak bola nasional.
Contoh dari upaya pertanggungjawaban mereka dapat dimulai dari penyediaan tiket terhadap suporter tuan rumah. Di sini kita tetap dengan mengambil turnamen PGJ sebagai objeknya. Setelah laga semifinal di Stadion Soeprijadi Blitar menghadirkan kabar tak sedap, maka cara terbaik untuk membuat final PGJ tetaplah final milik kedua klub tersebut adalah dengan dua cara sebagai berikut: