Inilah yang sayangnya tidak diantisipasi oleh Madrid ataupun Santiago Solari. Solari terlalu fokus bermain dengan taktiknya tanpa memprediksi permainan apa yang akan dilakukan sebuah tim yang sedang tidak diunggulkan.
Madrid memulai laga ini dengan memikirkan skor 2-1 di laga pertama, sedangkan Ajax memikirkan skor awal di laga ini adalah 0-0. Inilah yang kemudian memperlihatkan bagaimana Ajax berani menyerang dan bertarung di lini tengah.Â
Pertarungan mereka bukan untuk bertahan, namun untuk segera dapat membangun serangan. Inilah yang kemudian membuat permainan Madrid tidak berjalan dengan baik di babak pertama. Ditambah pula, ketika mereka bermain tanpa leader sekaligus bek tengah utamanya, seperti Ramos. Maka, Madrid terlihat hanya mengandalkan keterampilan Raphael Varane untuk benar-benar mengantisipasi pergerakan lawan, dan ini tidak diwujudkan dengan baik bersama Nacho sebagai tandemnya di belakang.
Faktor kedua adalah Thibaut Courtouis. Pemain ini juga memperparah situasi pertahanan Madrid karena tidak berani mengambil resiko untuk memimpin koordinasi pertahanan. Tanpa Ramos, Marcelo, praktis hanya tersisa Varane yang dapat diandalkan untuk memimpin pertahanan tim. Namun ketika Varane tidak berhasil bermain baik, otomatis harus ada keberanian yang diambil seorang penjaga gawang untuk memimpin pertahanan.Â
Inilah yang kemudian membuat penjaga gawang Belgia ini terlihat seperti bermain hanya sebagai kiper yang menghalau bola yang akan melewati garis gawangnya, tidak dibarengi dengan memantau pergerakan lawan, dan mengarahkan para rekannya.
Ketika komunikasi di lini pertahanan buruk dan seorang penjaga gawang juga tidak mampu mengordinir pertahanan, maka, hasilnya adalah Ajax mengeksploitasi pertahanan Madrid dengan bola-bola diagonal. Banyak sekali bola yang dapat menembus pertahanan Madrid dengan cara mengalirkan bola ke segala penjuru oleh para pemain Ajax.Â
Oper kanan-kiri-tengah-terobosan-lambung dan lainnya telah dilakukan oleh Dusan Tadic dkk dengan leluasa, dan ini sudah dipraktikkan sejak babak pertama. Anehnya, Madrid lagi-lagi tidak mengantisipasi hal ini di babak kedua. Mereka hanya fokus dengan misi mencetak gol---untuk mengejar ketertinggalan.
Faktor ketiga adalah permainan Madrid dalam menyerang tidak terorganisir dengan baik. Lini tengah tidak memberikan support yang bagus bagi lini depan.Â
Membuat Karim Benzema yang di laga ini menjadi kapten tim, justru harus pontang-panting ke sana ke mari mencari bola, membawa bola ke kotak penalti, sampai harus mengeksekusi sendiri walau akhirnya melenceng dari gawang.Â
Namun, inilah yang harus dilakukan Benzema. Sedangkan pemain lainnya tidak memiliki keberanian lebih untuk mencari bola dan melihat celah dengan baik. Beberapa keputusan dalam mengoper bola, seringkali terlihat terburu-buru dan ragu.
Fatalnya, di laga ini kita tidak melihat bagaimana kemampuan Luka Modric sebagai pemain tengah sekaligus otak serangan Madrid. Dia tidak mampu membagi bola dengan baik dan juga cenderung mencari peluang sendiri ketika merasa sudah berada di posisi tepat untuk mengeksekusi.Â