Begitu pula pada nasib Yongki Aribowo yang hanya minus soal massa otot yang kurang. Namun, pemain ini punya kecepatan, daya jelajah sebagai striker juga bagus, keinginan mengeksekusi bola juga tinggi. Hanya, konsistensi dan semangat berkompetisi dengan pemain lainnya di tim yang kurang bagus.Â
Level kebugaran juga tidak baik, sehingga si pemain yang sebenarnya berusia lebih muda dibandingkan Samsul Arif, malah kalah konsisten dengan pemain lokal andalan di setiap tim yang dibela tersebut. Samsul Arif selalu dapat diandalkan, baik saat masih di Persela ataupun kini di Barito Putera.
Tidak bisa dipungkiri bahwa nama Samsul Arif sampai detik ini masih diperhitungkan sebagai pemain lokal yang cukup produktif di kompetisi domestik. Namun, catatan ini kurang menarik perhatian pelatih timnas, yang mungkin sudah merasa berkecukupan terhadap kebutuhan pemain di posisi second striker. Maklum, dengan karakternya sebagai striker yang tidak mau diam di tempat, maka Samsul Arif tidak begitu akrab dengan posisi sebagai target-man.Â
Dia lebih cocok sebagai striker yang bermain di formasi klasik, yaitu, formasi yang memasang dua striker di depan. Melalui formasi yang demikian, maka, kemampuan Samsul Arif akan keluar secara maksimal. Namun, di tubuh timna bermain dengan dua striker rupanya jarang dipilih oleh para pelatihnya. Sehingga, nama Samsul Arif tidak menjadi prioritas di lini depan timnas---walau si pemain sudah memiliki caps.
Lalu, bagaimana dengan prospek timnas ke depannya untuk menghadapi bentuk formasi modern yang hanya mengandalkan seorang target-man?
Nama-nama lokal seperti Patrick Wanggai dan Lerby Eliandri sempat dimunculkan ke permukaan. Memang sangat sulit menemukan sosok "murni" yang dapat dijadikan target-man. Karena, prinsip harus terpenuhi, yaitu, kuat berduel dengan pemain bertahan, mampu melindungi bola, dan final touch-nya akurat. Tiga paket komplit yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan inilah yang sering menjadi kendala.
Kedua pemain tersebut dinilai kurang komplit dan inkonsisten. Bahkan, jika melihat menit bermain di level klub (mungkin faktor strategi pelatih di masing-masing klub), kedua pemain ini jarang mendapatkan kesempatan bermain yang banyak.Â
Seringkali memulai dari bangku cadangan ataupun pasti ditarik keluar di babak kedua. Artinya, secara kultur di liga, pemain lokal ini gagal bersaing dengan pemain asing. Inilah yang kemudian menjadi sandungan besar bagi perkembangan pemain depan murni Indonesia.
Nama yang mencuat kemudian adalah Marinus Maryanto Wanewar. Pemain yang musim 2018 membela klub Bhayangkara FC ini---setim Herman Dzumafo, difavoritkan dapat menjadi tumpuan di lini depan timnas senior sesegera mungkin. Banyak pertimbangan dari prediksi tersebut.
Pertama, faktor usia. Pemain ini sudah berusia 21 tahun (2019). Artinya, pemain ini sudah cukup layak untuk dimasukkan ke daftar calon pemain timnas senior di AFF Cup 2020.