"Eh iya kalian latihan dulu sana...kalian belum latihan adegan ini kan?", kata Amir.
"Terserah deh gimana bertarungnya, yang penting nanti si Wulannya terluka, terus baru deh si Deka masuk buat bantu Mulan.", lanjut Amir.
"Oke..", kataku.
Aku, Sesyl, dan Deka latihan di sudut aula. Kami tak banyak bicara, kusuruh saja Sesyl langsung menyerangku. Aku tangkis, dia serang lagi aku tangkis, sampai 3 kali dia menyerangku dengan tongkatnya, baru aku membalasnya dengan mengarahkan pedangku ke perutnya. Ehmm..
"Aw..", dia berteriak karena pedang kayuku benar-benar menyentuh perutnya.
"Eh, gak sengaja kataku..", dalam hati aku tertawa terbahak-bahak.
"Kamu yang bener dong, jangan nyakiti Sesyl", kata Deka sok membela.
Angin mengitari pelataran sekolah, menari-nari tak karuan. Debu-debu berterbangan, huft...gak bisa main bola lagi kalau begini.
Ke perpus aja, kali ini tetap dengan Deka. Ya, dia temanku, walau kadang bikin sebel karena ke-pede-annya.
"Di perpus gak ada komik Naruto ya?", kata Deka sambil memeriksa rak-rak buku yang berisi buku novel tebal-tebal karya novelis-novelis lama.
"Ah kamu ada-ada aja...", aku melihat ke majalah-majalah komputer. Aku suka sekali dengan komputer, aku ingin melanjutkan ke teknik informatika atau semacamnya kalau kuliah nanti. Aku mendengar suara seseorang yang kukenal. Aku menoleh ke arah suara itu. Sesyl dan mimi sedang ngobrol di bangku perpus. Sesyl membelakangiku.