Mohon tunggu...
Andi Chalifa
Andi Chalifa Mohon Tunggu... -

menikmati puisi enaknya sambil minum kopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

kumpulan catatan

19 Oktober 2012   15:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:38 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sambil memadu kasih di pagi hari
lalu membuat sarang tempat ia pulang,

saat senja datang
dan anak anak nya pun riang


ada pula daunnya yang jatuh ke tanah
menjadi suburlah ia karnanya
tempat berteduh bagi para pengembara
sekedar melepas lelah di teduhnya mata air
yang mengenang bening di matamu

11 nov 2011

BULAN DALAM KENANGAN

malam mengalir tenang

setenang awan melayang:

melintasi badai dingin kenangan.

walau tak bersama bulan

malam tetap mengalir, tenang

dalam kebisuan

sementara:

bulan yang menyendiri itu

duduk di atas pucuk-pucuk daun yang tidur pulas

di alas ranting-ranting musim kering. yang dingin

pada rotasi meditasi

pada hening, berpendar

menyusup hingga ke akar nalar, membadai

maka, kenanglah dia dengan wajar

(sebab dia itu hanya kenangan)

dia adalah badai sesaat, datang

pada senja tua, kemudian pergi

ya, pergi

pergi ke setiap daun pintu hati,

dan jendela yang terbuka

sampai kau menutupnya

lalu kau dapati dia duduk di depan perapian

di atas kursi waktu yang bergoyang – goyang

membaca buku tebal berdebu:

kemudian tertidur menopang dagu

maka kenanglah dia sewajarnya

sewajar alam melapukkan kayu

sewajar buku di tutup debu-debu

malam mengalir tenang

awan seperti buih-buih busa, berlarian

dan bulan yang menyendiri:

berenang di ujung-ujung malam

DEPOK 2011

TARIAN LARA BUAT HUJAN

pada sepi, pada hening, dan
pada waktu yang berlari:
di atas daun - daun tengah malam

lara, dia sendirian
membuka hujan

hujan datang sebagai cinta
berdiri di depan jendela
dan dingin,
dan dingin mengembang tangannya
harumnya romansa

lara, dia buka mata
digeraikan rambutnya

menjadi gaun panjang dikenakand
bermanik bunga mimpi kepolosan
lantas:
lara, dia menari
tahun demi tahun
putih, panjang dan sepi

tahun demi tahun yang panjang itu
adalah rambut yang pudar
memucat warnanya
ditulis dalam sebuah buku
yang hampir beku
di karam hati
lara, dia tidak peduli
terus saja menari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun