Mohon tunggu...
Dea Sellasie
Dea Sellasie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa S1 Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bigaku: Sebuah Keunikan dalam Konsep Estetika Jepang

21 Oktober 2022   13:06 Diperbarui: 21 Oktober 2022   14:36 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut bukanlah sebuah pemaknaan akan penyesalan terhadap sesuatu yang akan atau telah hilang, melainkan sebuah pemaknaan bahwa segala hal tidak ada yang abadi dan sebagai bentuk penghargaan terhadap semua hal yang masih ada. 

Hal tersebut juga sebagai sebuah penerimaan terhadap sesuatu hal yang akan atau telah hilang karena sesuatu yang akan menghilang adalah suatu kewajaran dan terjadi secara alami karena pada dasarnya semua hal yang ada di dunia ini bersifat fana, tidak kekal atau bersifat sementara.


Pandangan yang terdapat dalam mono no aware ini berkaitan dengan konsep mujo yang berarti fana atau tidak ada yang abadi. Konsep mujo ini berasal dari ajaran Buddha Zen yang di mana ajaran Buddha punya banyak pengaruh terhadap pandangan, pemikiran dan budaya Jepang. 

Ada sebuah ungkapan dalam ajaran Buddha yang berbunyi, "Shosha hitsumetsu, seisha hissui, dan esha jori" yang berarti sesuatu yang harus mati, sesuatu yang mencapai puncak itu harus jatuh, dan sesuatu yang bertemu itu harus berpisah. Begitupula dengan konsep mono no aware ini yang dilatarbelakangi oleh pengaruh ajaran Buddha.

Ma 

Ma merupakan salah satu konsep estetika yang terdapat dalam konsep bigaku. Ma bisa diartikan sebagai ruang kosong yang penuh makna. Ma ini terserap dalam berbagai aspek kebudayaan Jepang, seperti dalam sastra dan seni Jepang. 

Dalam seni Jepang, contohnya seperti alat musik tradisional, lagu, musik video, lukisan dan masih banyak hal. Orang Jepang umumnya meletakkan 'ruang kosong' dalam setiap karya seninya yang menjadi ruang untuk orang yang menikmati karya tersebut dalam menemukan sesuatu makna yang tak terungkap di dalam seni tersebut. 

Dalam lingkup sastra, penulis Jepang biasanya tidak secara eksplisit atau terang terangan dalam menyampaikan makna dari karya tulisannya. Penulis seakan-akan memberikan ruang kosong untuk pembaca dapat memaknai karya tulisannya.

Dalam ranah seni tradisional Jepang, konsep ma dapat terlihat dari salah satu seni tradisional Jepang yang bernama ikebana. Ikebana merupakan seni merangkai bunga di Jepang. 

Dapat kita lihat dari hasil ikebana yang biasanya memberikan jarak antara satu bagian dengan bagian lainnya seperti tangkai yang satu dengan tangkai lainnya yang dibuat tidak berdekatan dan seolah seolah menciptakan sebuah ruang kosong. 

Konsep ma ini juga terserap di berbagai arsitektur bangunan atau tempat-tempat yang ada di Jepang. Salah satu contohnya adalah sebuah taman yang ada di daerah Kyoto. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun