Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

AS Gagas "Friendshoring" untuk Atasi Gangguan Rantai Pasok

5 September 2022   19:43 Diperbarui: 8 September 2022   03:43 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: seorang warga Amerika Serikat memeragak seperti Patung Liberty. (sumber: pixabay.com/artisticoperations)

Offshoring lalu reshoring, sekarang langkah terbaru pejabat AS untuk menangani gangguan rantai pasokan global adalah "friendshoring".

Hampir memasuki tujuh bulan perang di ukraina berlangsung dan fokus dunia menjadi statis. Dunia disibukkan dengan masalah yang sama misalnya melonjaknya harga energy, kekurangan pangan, dan menipisnya cadangan gas di Eropa. Semua ini merupakan hasil jangka pendek dari Invasi Putin.

Di Indonesia kita turut menjadi korban dampak perang di Ukraina. Mulai dari kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga gandum hingga yang terkini harga tiket pesawat dan BBM.

Tapi selain jangka pendek di atas ada juga implikasi jangka panjang yang dapat mengubah tatanan dunia. Keputusan dari pengambil kebijakan yang dapat berdampak pada aturan dan perilaku global.

Dalam hal ini ada dua pernyataan yang dibuat oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen. Pada bulan april beliau menyampaikan gagasannya secara daring yaitu meminta negara-negara yang berpikiran sama untuk mengikuti kebijakan friendshoring. Tujuannya untuk melindungi rantai pasokan mereka dari ancaman gangguan seperti misalnya Perang di Ukraina saat ini.

Olah pribadi
Olah pribadi

Pada bulan Juli, Yellen sekali lagi menekankan strategi friendshoring. Kali ini beliau meminta sekutu tepercaya AS untuk melindungi investasi dan rantai pasok AS dan sekutu.

Olah pribadi
Olah pribadi

Strategi apa yang Yellen maksud? Apa itu friendshoring?

Biar lebih murah biaya produksi, biasanya suatu perusahaan (terkadang juga negara) lebih sering melakukan offshoring yaitu memindahkan bisnisnya ke wilayah yang lebih murah biaya tenaga kerja atau ke wilayah di mana bahan bakunya murah. Sedangkan kalau menarik kembali aset perusahaan kembali ke negara asal disebut reshoring.

Seperti namanya Friendshoring yang digagas Yellen mirip offshoring. Hanya saja friendshoring lebih bertujuan memindahkan bisnis perusahaan dari negara yang tidak bersahabat ke negara yang lebih "ramah". Sederhananya, Friendshoring itu offshoring ke negara sahabat.

Jadi, AS ingin memindahkan bisnisnya ke negara-negara yang bisa disebut teman. Kemudian membatasi perdagangan ke lingkaran tertentu saja. AS hanya ingin melakukan bisnis dengan mitra tepercaya.

Kenapa AS ingin melakukan friendshoring?  apa untungnya bagi mereka? apa untungnya bagi sekutu mereka? dan bagaimana hal itu bisa mengubah dunia kita? Pertanyaan-pertanyaan barusan akan menjadi fokus artikel ini.

Seperti yang sudah disampaikan di atas, AS ingin melakukan freindshoring investasinya. Mereka Ingin berbisnis hanya dengan negara-negara sahabat. Katanya, tujuannya untuk mengamankan rantai pasokan, menurunkan risiko ekonomi, dan memperluas akses pasar.

Tapi saya kira ada satu lagi  yaitu untuk melawan Cina dan Rusia. Kenapa saya bilang begitu? Kita lihat peristiwa yang bergejolak dalam tiga tahun terakhir seperti perang dagang (war trade) Donald Trump dengan Cina.

Lalu, Rusia "mempersenjatai" pasokan makanan, ancaman cina menyerang Taiwan, dan pandemi menyebabkan perlambatan ekononomi. Semuia peristiwa ini telah mengganggu bukan hanya AS tapi juga ekonomi global.

Semua peristiwa dalam tiga tahun terakhir telah mengekspos risiko offshoring seperti bagaimana bencana tak terduga di satu belahan dunia bisa mengosongkan rak di supermarket di belahan dunia lain, dan bagaimana satu negara dapat secara tidak adil memanfaatkan posisi pasarnya mempersenjatai pasokan sumber daya utama dan mengganggu ekonomi negara yang bergantung  padanya.

Ada data menarik dari GEP yang merupakan salah satu penyedia terkemuka perangkat lunak inovatif untuk rantai pasokan. Mereka mensurvei masalah-masalah yang terjadi pada rantai pasokan perusahaan. 

Survei GEP menemukan bahwa lebih dari 66% perusahaan menghadapi redundansi (duplikasi atau penyimpanan data yang sama secara berulang dalam beberapa file, sehingga data yang sama di simpan di dalam lebih dari 1 lokasi) dalam rantai pasokan. 46% menghadapi kemacetan pengiriman dan logistik. 45% tidak dapat memenuhi biaya tenaga kerja di luar negeri. Dan 43% menghadapi masalah dengan biaya bahan baku.

Akibatnya rantai pasokan terputus. Harga minyak meningkat tajam, harga pangan tumbuh setiap hari, begitu juga harga komoditas lainnya. Ekonomi dunia menderita gegara gangguan rantai pasok yang terjadi dalam tiga tahun belakangan.

Data menarik lainnya dari PEW Research Centre, 37 dari 44 negara maju mengalami tingkat inflasi lebih dari dua kali lipat. Termasuk Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Pada bulan  Juni, inflasi di AS mencapai 9,1%. 

Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 1981. Sebuah makalah baru oleh Federal  Reserve mengatakan bahwa gangguan rantai pasokan saja bertanggung jawab atas lebih dari setengah lonjakan inflasi.

Jadi tentu saja AS harus melawan gangguan rantai pasokan untuk menekan inflasi. Caranya yaitu  mendorong strategi baru pada perdagangan global. FIRENDSHORING.

AS sangat bergantung pada semikonduktor yang merupakan komponen penting dari hampir semua perangkat elektronik. Per juli 2020, 30% impor semikonduktor AS berasal dari Cina. AS ingin menurunkan angka itu guna mengurangi ketergantungannya pada Cina.

Bagaimana AS akan melakukannya? Dengan friendshoring produksinya ke negara-negara bersahabat. Misalnya Korea Selatan. Korsel merupakan mitra dagang terbesar keenam AS, juga sekutu strategis untuk teknologi dan komoditas. Terutama karena Korsel merupakan salah satu pemasok semikonduktor.

Pada bulan Mei tahun ini Joe Biden mengunjungi Korsel dan melakukan tur ke sebuah pabrik chip terkenal untuk mengamankan pasokan semikonduktor. Setidaknya dua perusahaan Korsel sudah bergabung dengan AS, Samsung Electronics dan LG Energy Solution. 

Samsung sedang membangun pabrik chip senilai 17 miliar dolar di Texas. LG berencana untuk menginvestasikan 11 miliar dolar di AS dalam tiga tahun ke depan. Kedua berita tersebut merupakan bagian dari friendshoring AS.

Amerika Serikat juga bergantung pada Cina untuk  logam tanah jarang (rare earth) yang merupakan komponen kunci lain dari kendaraan listrik yang digunakan untuk bikin chip dan baterai kendaraan tersebut.

Antara tahun 2017-2020, Cina menyumbang 78% dari impor logam tanah jarang AS.  Untuk menurunkan angka ini, AS sedang mengejar kebijakan Nearshoring. Apa lagi itu? Nearshoring yaitu mengalihkan rantai pasokan AS ke negara-negara tetangga seperti Kanada. 

Pada bulan Juni, AS bermitra dengan perusahaan Kanada untuk secara kolektif menambang dan memasok logam tanah jarang. Tujuan akhirnya masih tetap sama, untuk mengurangi  ketergantungan AS pada Cina.

Tapi bukan hanya logam tanah jarang, mulai dari  bioteknologi dan perangkat lunak hingga makanan dan bahan bakar, AS berencana ingin mendiversifikasi rantai pasokannya di setiap sektor. Amerika ingin melakukan freindshoring investasi dan bisnis hanya ke negara-negara sekutu.

Semua langkah ini sangat kontras dengan apa yang dilakukan AS pada abad ke-20. Pada 1970-an dan 80-an, banyak konglomerat Amerika memindahkan operasi (offshoring) manufaktur mereka ke negara mana pun asal negara-negara tersebut berbiaya produksi rendah.

Apalagi negara tersebut punya bahan baku siap pakai, infrastruktur siap pakai, kumpulan pekerja terampil, aturan tenaga kerja yang lunak. Karena  semua ini membantu bisnis amerika menghemat uang dan meningkatkan ekspor.

Menurut survei, untuk setiap dolar yang dihabiskan di luar negeri,  bisnis AS menabung lebih dari 58% dalam ROI (return of investment). 

Merek amerika kemudian menggunakan tabungan ini dan menginvestasikannya kembali ke dalam ekonomi mereka yaitu dengan membuka lebih banyak pabrik dan melakukan lebih banyak investasi di luar negeri.

Presiden AS Joe Biden mengunjungi Samsung Electronic Pyeongtaek di Pyeongtaek pada Jumat 20 Mei 2022. (Foto: AFP) 
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Samsung Electronic Pyeongtaek di Pyeongtaek pada Jumat 20 Mei 2022. (Foto: AFP) 

Inilah kisah selama lebih dari empat dekade. Merek-merek AS menjelajahi seluruh dunia dan memperluas pasar mereka ke negara mana pun yang memberi mereka kombinasi terbaik dari kecepatan, harga, dan  kualitas produksi.

Kini AS mengubah model bisnisnya sendiri. Paman Sam tidak lagi ingin melakukan offshoring ke luar negeri.  Sekarang AS ingin firendshoring, nearshoring, atau reshoring. Peristiwa-peristiwa tiga tahun belakangan menunjukkan atau meyakinkan kalau mengamankan rantai pasokan menjadi satu-satunya niat di balik kebijakan baru AS.

Ataukah ada tujuan lain dari kebijakan baru AS ini? Bagi beberapa analis, ini menandakan kembalinya perang dingin. Pada tahun 1960-an, baik AS dan Uni Soviet melakukan offshoring hanya ke negara-negara sekutu. Keduanya memiliki zona pengaruhnya masing-masing. 

Mau tidak mau, negara-negara lain terpaksa untuk menyelaraskan diri dengan salah satu blok dan berhenti melakukan bisnis dan perdagangan dengan blok sebelah.

Sekarang tampaknya terulang lagi. Strategi yang sama dengan nama baru. Pertanyaannya adalah apakah akan berhasil kali ini? Apakah friendshoring adalah apa yang dibutuhkan dunia saat ini?

Kita hidup di zaman keemasan globalisasi. Konsep pilih-pilih teman bertentangan dengan esensi globalisasi. Ada tiga hal yang akan berdampak pada tatanan dunia jika dunia kembali pada era "blok-blokan". 

Satu, friendshoring akan merusak perdagangan global yang bebas dan adil. 

Sebuah studi dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan jika ekonomi global dipisahkan, menjadi blok barat dan timur (jika negara-negara terbagi menjadi teman dan musuh) maka dunia akan kehilangan 5% produksi tahunan,  yaitu sekitar empat triliun dolar.

Dua, friendshoring akan merugikan negara-negara miskin, terutama jika mereka dipaksa untuk memihak. 

Karena akan mengucilkan mereka dari perdagangan global. Bebannya akan terlalu berat bagi negara-negara miskin karena ekonomi mereka tidak siap untuk berurusan dengan blok. Negara-negara ini masih butuh banyak sekali komoditas dari negara manapun di dunia yang tidak bisa diakomodasi oleh sekutu dengan harga murah.

Tiga, friendshoring akan menaikkan harga karena manufaktur di negara berkembang lebih murah. 

Menurut sebuah studi baru-baru ini sebuah iphone yang diproduksi di negara berkembang akan dijual dengan harga ritel 800 dolar, tapi jika diproduksi sepenuhnya di barat harganya menjadi (gila) 2.000 dolar.

Jika AS melakukan friendshoring produksi hanya ke negara-negara sekutu atau membuat rantai pasokan melewati negara-negara barat saja, maka akan memerlukan biaya tenaga kerja dan produksi yang lebih tinggi.

Ini hanya tiga dampak yang bisa saya pikirkan, Para pakar tentu punya analisis yang lebih mendalam. Intinya, membatasi mitra dagang atau membatasi bisnis hanya ke sekutu saja tidak akan benar-benar memperbaiki keadaan, malahan hanya akan memperburuk.

Tidak setiap negara ingin memihak. Tidak setiap negara ingin berada di penjara yang namanya "blok" itu. Friendshoring hanya akan menguntungkan mereka yang mencetusnya. 

Bapak presiden tercinta, Indonesia tetap bebas aktif aja yah :D

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun