Mohon tunggu...
Dea Resta Lara Shiva
Dea Resta Lara Shiva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tidak ada

Saya seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Permainan tradisional riau

1 Januari 2025   23:56 Diperbarui: 1 Januari 2025   23:56 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Permainan tradisional adalah salah satu bagian dari ragam kebudayaan yang tumbuh di Indonesia. Sebelum gempuran perkembangan teknologi muncul, aneka permainan tradisional sempat mewarnai kehidupan anak-anak, seperti petak umpet, galah asin atau gobak sodor, kelereng, lompat karet, ampar- ampar pisang serta bentengan. Namun itu nyatanya hanya segelintir dari ribuan permainan yang tersebar di Indonesia. Setidaknya, menurut peneliti dan 'doktor' permainan tradisional Mohamad Zaini Alif, ada hampir 2.600 permainan tradisional yang ada di Indonesia. 

Banyak permainan tradisional yang hampir punah. Padahal permainan tradisional umumnya mengandung kegiatan fisik, kreativitas, sportivitas, interaksi sosial, makna filosofis yang dalam dan masih banyak segudang manfaat lainnya. Di era modern saat ini anak anak lebih kenal dengan ragam permainan elektronik seperti game. Upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali ke generasi muda permainan tradisional diperlukan penyuluhan dan edukasi  sehingga anak-anak menjadi mulai mengenal dan menyukai kembali permainan yang pernah ada di Nusantara.

Beberapa permainan tradisional masih sering dimainkan sebagai acara lomba tujuh belasan memperingati hari kemerdekaan RI. Zaini (2006) menjelaskan bahwa permainan tradisional hakikatnya tercipta sebagai hasil kebudayaan dari masyarakat setempat, bukan bawaan bangsa asing yang sering dikira sebagian pihak.

Komunitas yang terbentuk berdasar kebutuhan dan visi yang sama untuk menutupi kekurangan yang dimiliki oleh setiap individu agar secara bersama--sama bisa melakukan usaha utamanya dalam memulai usaha di industri batik yang memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembuatan dan memerlukan keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang khusus.

Selanjutnya Alif (2006) menjelaskan permainan tradisional adalah puncak dari segala hasil kebudayaan. Permainan tradisional di lingkungan generasi muda dengan memberikan edukasi dengan memperkenalkan beragam permainan tradisional dan memainkannya sehingga diharapkan dapat membangun karakter berdasar eksistensi jenis permainan yang bisa dilakukan. Edukasi dilakukan dengan membudayakan dan melatih masyarakat terutama generasi muda supaya bisa mengekplorasi permainanpermainan seharihari dengan memainkan berbagai permainan tradisional yang pernah ada sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada pengguna gadget berupa game-game dan permainan modern(Permainan et al., 2022).

Strategi pembelajaran menurut Sanjaya, Wina (2007 :126)  "Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran  yaitu dengan permainan tradisional. Kusmaedi, Nurlan (2010 :vi) "Permaianan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh anak-anak dengan alat-alat yang sederhana, tanpa mesin, asalkan anak tersebut sehat, maka ia bias ikut bermain".  Melalui permainan tradisional, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik yang berhubungan dengan kecerdasan gerak kinestetik, mental intelektual dan spiritual.  Permainan tradisional yang penulis ungkap hanya permainan yang ada aktifitas fisik sesuai dengan permasalah yaitu untuk meningkatkan kebugaran siswa. Permainan tradisional yang banyak aktifitas fisiknya yaitu permainan kinestetik dan permainan ketangkasan(Subekti, 2020).

Permainan tradisional dan permainan modern

Seiring berkembangnya teknologi, permainan tradisional sudah mulai terpinggirkan oleh permainan modern, seperti permainan video game, play station,game online berbagai permainan yang tersedia di komputer, handphone maupun laptop, dan permainan modern lainnya (Fauziah, 2015). Pola permainan anak mulai bergeser pada pola permainan di dalam rumah. Beberapa bentuk permainan yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan televisi dan permainan lewat games station dan komputer. Permainan yang dilakukan di dalam rumah lebih bersifat individual. Permainan-permainan tersebut tidak mengembangkan keterampilan sosial anak. Anak bisa pandai dan cerdas namun secara sosial kurang terasah (Seriati dan Nur, 2012: 2).  

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional sudah mulai ditinggalkan dan digantikan oleh permainan modern. Pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) ini secara langsung maupun tidak langsung menjadi salah satu penyebab tergusurnya berbagai permainan tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak-anak yang lebih banyak, bahkan cenderung lebih menyukai permainan berbasis TI. Permainan tradisional pun kini sudah ditinggalkan, bahkan hampir dilupakan. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan jawaban anak-anak saat ditanyakan apakah mereka mengetahui aneka permainan tradisional. Banyak anak yang tidak tahu beragam permainan tradisional yang dulu diwariskan turun temurun. Padahal, permaianan tradisional dapat mengembangkan keterampilan sosial anak.  

Permainan tradisional yang telah lahir sejak ribuan tahun yang lalu merupakan hasil dari proses kebudayaan manusia zaman dahulu yang masih kental dengan nilai-nilai kearifan lokal. Meskipun sudah sangat tua, ternyata permainan tradisional memiliki peran edukasi yang sangat manusiawi bagi proses belajar seorang individu, terutama anak-anak. Dikatakan demikian, karena secara alamiah permainan tradisional mampu menstimulasi berbagai aspekaspek perkembangan anak yaitu: motorik, kognitif, emosi, bahasa, sosial, spiritual, ekologis, dan nilainilai/moral (Misbach, 2006).  

Bermacam-macam permainan tradisional dipulau Jawa antara lain, pathil lele, pandhe, dakon, cublek-cublek suweng, gobag sodor, karambol, beteng-betengan, egrang, engklek, dan sejenisnya (Hikmah, 2011: 1-2). Arikunto (dalam Halim, 2014: 1) mengungkapkan bahwa dalam permainan tradisional anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah lambang dan nilai-nilai tersebut berdimensi banyak antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan santun, gotong royong, dan aspek-aspek kepribadian lainnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun