Mohon tunggu...
Dea Aprillia Purwanto
Dea Aprillia Purwanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

little dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Perpustakaan di Tengah Tren Baca Buku Digital

27 Juni 2022   22:06 Diperbarui: 27 Juni 2022   22:24 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pengetahuan tentu berkembang melalui buku. Buku -- buku sangat identik dengan perpustakaan. Dimana pasti setiap wilayah memiliki perpustakaan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan sumber daya manusia yang ada pada wilayah tersebut. Peminat perpustakaan pun dari segala umur. 

Dari yang berusia anak, belia, remaja hingga dewasa. Berdasarkan data (Irawan, 2020) memaparkan jumlah pengunjung perpustakaan di DKI Jakarta sepanjang tahun 2019, data tersebut memaparkan bahwa minat baca masyarakat sangat fluktuatif. 

Pada bulan Januari pengunjung perpustakaan di DKI Jakarta turun sebanyak 6.472 orang hingga menjadi 256.942 orang, sedangkan pada bulan Maret mengalami peningkatan menjadi 361.991 orang pengunjung. Bulan Mei sebanyak 225.480 orang dan bulan Juni sebanyak 198.430 orang. 

Pada rentang bulan tersebut perpustakaan cenderung mengalami penurunan. Pada bulan Agustus jumlah pengunjung kembali naik mencapai 198.917 orang hingga bulan Desember 2019 sebanyak 263.829 orang. 

Selanjutnya, pada laman yang sama menampilkan data yang diperoleh dari hasil survei pada tahun 2019 lalu terkait jumlah pengunjung perpustakaan per wilayah di Jakarta, perpustakaan dengan pengunjung paling tinggi berada di Jakarta Barat dengan 671.490 orang pengunjung, 

lalu di posisi kedua yaitu wilayah Jakarta Selatan dengan 655.537 orang pengunjung, kemudian disusul oleh Jakarta Timur dengan 555.912 orang pengunjung, lalu Jakarta Utara sebanyak 536182 orang, selanjutnya Jakarta Pusat dengan 601.227 orang pengunjung, dan kepulauan Seribu sebanyak 173.433 orang.

Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa saat sebelum pandemi di Jakarta, eksistensi perpustakaan di masyarakat terus bertahan dan berkembang. Namun, sejak adanya pandemi COVID -- 19 yang memaksa kita untuk membatasi mobilitas secara umum hal itu sangat berdampak khususnya bagi perpustakaan. 

Banyak perpustakaan yang harus memotong waktu kunjungan bagi pemustaka yang terbatas hanya beberapa jam saja dan ada pula yang mengurangi kuota kunjungan per harinya. 

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus covid -- 19 dan membuat jumlah pengunjung turun drastis. Masyarakat terutama generasi muda lebih tertarik membaca ataupun meminjam buku secara digital (online). 

Data dari laman web pemerintah kota Pekalongan (Tim Komunikasi Publik, 2022) menyatakan bahwa pada tahun 2021 jumlah pemustaka yang mengakses secara online jaul lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2020 dan secara offline. 

Dimana berdasarkan data dari pemerintah kota pekalongan (Tim Komunikasi Publik, 2022) pemustaka melakukan kunjungan offline sebanyak 26.741 (41%) sedangkan secara online sebanyak 37.786 (59%). 

Berdasarkan statistik data kunjungan website perpusnas.go.id pada tahun 2021 (Kunjungan Website Perpusnas.Go.Id, 2021) menampilkan kunjungan tahunan sebanyak 426.288 orang, dengan 127.678 orang diantaranya melakukan kunjungan kembali (returning visit) dan sebanyak 91.535 orang melakukan kunjungan pertama kali (first time visit.)

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, mengungkapkan bahwa generasi millenial sangat akrab dengan teknologi. Mereka dapat dengan mudah langsung mencari apapun melalui gawai mereka tanpa perlu pergi kemanapun. 

Hal tersebut dapat dijangkau karena adanya platform digital berupa aplikasi yang menyediakan sejumlah informasi, sumber referensi, hingga bahan bacaan untuk menunjang kemampuan dan pemenuhan informasi mereka. Aplikasi tersebut diantaranya yang paling dikenal Gramedia Digital, Kindle, Storial.co, Aldiko, Nook, dan lain sebagainya.  

Menurut hasil survei yang dilakukan Gramedia Digital pada saat 2019 lalu (Hadiyanti, 2019), menyatakan jika 85% dari total responden user media digital lebih menggemari e-book sebagai media digital daripada media lainnya. Urutan kedua yaitu menonton film secara online (streaming) persentasenya sebesar 67% dan selanjutnya e-magazine dengan presentase sebesar 65%.

Untuk itu eksistensi perpustakaan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Perpustakaan harus mampu bersaing dengan sejumlah platform digital yang menawarkan informasi hingga buku dan jurnal referensi. Dengan adanya teknologi digital, dapat mempermudah pembaca dalam penemuan informasi. 

Hal itu juga berdampak positif untuk perpustakaan yang dapat lebih bebas menjangkau semua orang dan tidak terbatas dengan wilayah (all-connected). 

 Mungkin ketika kita sekolah dulu saat membaca buku entah itu buku novel ataupun buku materi pembelajaran dapat dibaca dalam bentuk buku fisik. Bentuk buku fisik itu berupa lembaran -- lembaran kertas yang disatukan agar dapat dibaca oleh sejumlah orang. 

Dimana buku yang halamannya cukup banyak maka buku tersebut menjadi tebal dan berat sehingga jika dibawa kemana -- mana cukup kurang disarankan. Sehingga untuk baca buku itu lebih sering secara langsung di perpustakaan.

Namun, Pandemi Covid-19 telah membatasi segala aktivitas tiap individunya, terlebih terdapat pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan di Indonesia. Kedatangan pandemi yang tidak terduga selaras dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat. Hal itu memaksa kita untuk membatasi mobilitas dengan hanya dirumah saja. 

Segala sesuatu yang pada awalnya dilakukan secara langsung (offline) kini berubah menjadi secara digital (online). Bahkan itu sangat berdampak bagi segala aspek, khususnya bagi perpustakaan. 

Sejumlah perpustakaan harus memotong waktu kunjungan bagi pemustaka yang terbatas hanya beberapa jam saja dan ada pula yang mengurangi kuota kunjungan per harinya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus covid -- 19 dan membuat jumlah pengunjung turun drastis.

Untuk itu, Gen Z yang lahir setelah tahun 1995 dan sangat melekat dengan teknologi (Qurniawati & Nurohman, 2018). Menurut Zorn (2017) dalam (Qurniawati & Nurohman, 2018) Keakraban Gen Z dengan dunia teknologi melebihi dari generasi milllenials itu karena mereka tidak pernah mengetahui dunia tanpa gawai dan sosial media mereka. 

Generasi ini mengalami transformasi perilaku informasi. digital. Dengan banyaknya Gen Z yang melakukan baca buku melalui digital secara tidak langsung menimbulkan tren.

Oleh karena itu, semakin majunya dunia teknologi, membaca buku secara digital pun semakin digemari. Hal itu karena konsep kemudahan yang ditawarkan oleh sejumlah platform buku digital membuat para pembaca sangat dimanjakan. Dimana aplikasi buku digital secara praktis hanya perlu mengunduhnya secara gratis melalui Appstore, Google Play & Windows Store. 

Aplikasi yang menyediakan buku secara digital dengan hanya mengunduhnya yaitu diantaranya yang paling dikenal Gramedia Digital, Kindle, Storial.co, Aldiko, Nook, dan lain sebagainya. Dengan mengunduh aplikasi tersebut generasi Z dapat langsung membaca buku berupa buku elektronik (e-book). 

Kini generasi Z lebih tertarik saat membaca buku digital atau umumnya disebut e-book. Itu terbukti dari hasil penelitian (Nurbaiti & Mariah, 2020) menyatakan bahwa ketertarikan terhadap e-book yang lebih tinggi ditunjukkan oleh kalangan generasi muda dengan rentang usia 15 hingga 20 tahun dibandingkan dengan kalangan generasi yang lebih tua dengan rentang  usia 31 hingga 40 tahun. 

Kalangan usia muda tersebut adalah generasi Z yang termasuk pelajar maupun mahasiswa. E-book atau kepanjangannya electronic book ialah suatu format penerbitan buku dalam beragam jenis seperti misalnya buku fisik yang diconvert menjadi digital, platform baca digital, dan lain sebagainya (Puspita & Irwansyah, 2018).

Tren baca buku digital sedang marak digemari oleh generasi Z saat ini. Hal tersebut diyakini karena faktor kepraktisan dan kemudahan dalam mengakses e-book. Selain itu generasi Z juga menganggap bahwa dengan membaca buku secara digital itu ramah lingkungan dan modern. 

Menurut Djiwandono dalam  (Handayani, 2019) generasi Z sendiri mempunyai style belajar yang merujuk untuk selalu aktif, general, sensing dan secara visual. Maka, dengan melalui e-book generasi z dapat mengeksplor pengetahuan mereka sesuai style belajar mereka masing-masing.

Meskipun begitu, eksistensi perpustakaan tetap konsisten. Perpustakaan turut eksis memperbaharui pelayanan mereka. Terutama dalam basis digital. Hal itu umumnya disebut perpustakaan digital. 

Perpustakaan digital (Mubarok, 2021) merupakan suatu sistem dengan beraneka jenis layanan dan konten informasi yang menunjang pengetahuan serta akses informasi tersebut melalui instrumen digital (secara online). Salah satu inovasi perpustakaan digital yang paling diminati yaitu aplikasi iPusnas yang digalakkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Pada platform tersebut, menyediakan banyak fitur yang dapat memuaskan pelanggan. Pada aplikasi iPusnas terdapat menu katalog online untuk mencari koleksi bahan pustaka dengan cukup mengetikkan kata kunci judul maupun pengarang koleksi bahan pustaka, tidak hanya terdapat menu itu saja, 

namun juga terdapat fitur-fitur layaknya sosial media, sehingga antar pengguna dapat saling terhubung maupun berkirim pesan, dan pada informasi koleksi bahan pustaka, terdapat juga rate penilaian dari buku tersebut serta bagaimana komentar para pengguna yang telah membaca buku tersebut. (Zakiah et al., 2022). 

Dengan berbagai fitur tersebut eksistensi perpustakaan mampu bersaing dengan platform digital lainnya di kalangan generasi Z. 

Hal tersebut juga membuat perpustakaan dapat dijangkau oleh semua kalangan pemustaka di berbagai wilayah. Era new normal kini, generasi ini juga tidak dapat bergantung pada e-book digital. Namun harus tetap berkunjung ke perpustakaan. Hal tersebut agar generasi ini mendapatkan suasana secara langsung dalam membaca buku. Selain itu juga jika ada yang diperlukan dapat langsung menuju pustakawan. 

Pandemi covid-19 memberi dampak kepada segala aspek. Salah satunya pada dunia informasi. Hal tersebut menyebabkan transformasi dari membaca buku secara langsung di perpustakaan menjadi membaca buku di rumah. Bahan bacaan berupa fisik berubah menjadi e-book. 

Transformasi tersebut mengakibatkan tren baca buku digital yang semakin marak. Hal ini dapat menggoyahkan eksistensi perpustakaan sebagai sumber informasi. Sejumlah platform baca buku digital bermunculan. Perpustakaan konvensional harus mampu meningkatkan kualitas layanan mereka. 

Terutama layanan penyediaan koleksi dalam bentuk digital. Hal itu untuk mempertahankan eksistensi perpustakaan di tengah tren baca buku digital. Sehingga perpustakaan konvensional harus menjadi perpustakaan digital. 

Dengan begitu generasi Z dengan mudah mengakses bahan referensi meskipun era pandemi telah usai. Untuk itu sebagai upaya meningkatkan eksistensi lembaga perpustakaan harus konsisten dalam berinovasi dalam pengembangan koleksi serta fasilitas baik itu secara offline maupun online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun