Mohon tunggu...
Dian Febriani
Dian Febriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Menyukai musik, isu terkini, dan self development

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Berdendang Bergoyang Festival Ditinjau dari Analisis konflik George Simmel

16 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 18 Desember 2022   00:05 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Wendy Wei/Pexels)

Pandemi Covid-19 membuat banyak kegiatan harus dibatasi termasuk konser ataupun festival musik. Bahkan ketika era new normal, aturan pagelaran konser diatur dengan sangat ketat yang mana membuat banyak event konser yang meskipun mengantongi izin sering dibatalkan akibat aturan-aturan yang ketat.

Namun berbeda di tahun 2022, di mana kini kasus Covid-19 terus menurun dan aturan festival musik mulai dilonggarkan. Hingga di pertengahan dan akhir tahun 2022, mulai banyak dibuat acara festival konser musik, dari gigs kecil hingga acara besar seperti Djakarta Ware House, We The Fest, Synchronize Fest, dan sebagainya.

Festival musik 'Berdendang Bergoyang Festival' juga menunjukkan eksistensinya untuk membuka panggung bagi banyak seniman dan penikmat musik untuk berkumpul bersama.

Namun, hampir dua bulan berlalu konser 'Berdendang Bergoyang Festival' menjadi isu panas di media sosial lantaran kericuhan yang terjadi.

Konser yang digelar tiga hari dari 28-31 Oktober 2022 lalu di Istora Senayan dan Parkir Selatan GBK, Jakarta berakhir ricuh di hari pertama kedua dan berujung pada pembatalan di hari ketiga. 

Hal ini dikarenakan venue yang melebihi kapasitas pengunjung dan mengancam keamanan, sehingga kepolisian harus menghentikan acara. Kapasitas dari Istora Senayan adalah maksimal sebanyak 10 ribu orang. Namun berdasarkan pantauan kepolisian, penonton datang lebih dari 21 ribu.

Tingginya jumlah penonton ini juga dikarenakan penjualan tiket dari pihak panitia yang dijual lebih dari batas. Akhirnya, acara di hari pertama dan kedua harus dihentikan di pertengahan dan hari ketiga harus dibatalkan oleh kepolisian karena kapasitas tidak sesuai dengan apa yang disepakati (Putwiliani, 2022).

Membludaknya penonton disusul dengan banyaknya penonton pingsan karena berdesak-desakan dan kekurangan oksigen.

Hal ini pula yang menjadi pemicu polisi menghentikan acara untuk menghindari kejadian lebih buruk, mengingat belum lama sebelum 'Berdendang Bergoyang Festival' dilaksanakan terjadi tragedi Kanjuruhan. Aksi dorong-dorongan juga terjadi dari penonton yang berada di luar venue memaksa masuk meskipun di dalam venue telah over capacity.

Tidak hanya itu, minimnya fasilitas medis membuat kepolisian harus memberikan arahan pembuatan tenda medis tambahan bagi penonton yang sakit atau pingsan.

Penonton yang pingsan akan dapat dicegah apabila terdapat pengelolaan kerumunan atau crowd control yang dilakukan dengan baik oleh panitia. Penting untuk memiliki crowd control management atau security yang telah ahli di bidangnya.

Minimnya pengecekan identitas dan body checking juga menjadi perhatian apa pentingnya keamanan bagi panitia. Bahkan panitia/volunteer tidak melaksanakan sesuai dengan job desc mereka dan membiarkan kepadatan penonton terus terjadi sambil ikut menonton festival (Royani, 2022).

Konflik ini semakin besar dengan adanya tuntutan pengembalian dana dari penonton, yang kemudian disusul pernyataan permintaan maaf dari panitia dan promotor serta informasi pengembalian dana untuk penonton. Namun sayangnya, sampai saat ini belum seluruh penonton mendapatkan hak pengembalian dana mereka.

Tidak lama setelah kejadian tersebut, polisi kemudian menetapkan dua orang tersangka yang bertanggung jawab atas festival musik 'Berdendang Bergoyang'.

Kedua tersangka merupakan DP sebagai penanggung jawab 'Berdendang Bergoyang Festival' dan HA selaku direktur perusahaan Emvrio Productions.

Polisi menemukan unsur pidana diantara keduanya, yakni tersangka dipidanakan dengan Pasal 360 ayat 2 KUHP tentang kelalaian menyebabkan orang lain terluka, dengan ancaman hukuman sembilan bulan penjara.

Tidak hanya itu, kedua tersangka dikenai Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehataan karena mengabaikan surat dari Satuan Petugas Covid-19 dengan ancaman 1 tahun penjara atau denda Rp100 juta (Agustian, 2022).

Kasus di atas merupakan salah satu konflik yang terjadi antara pihak penonton dan penonton, penonton dengan panitia dan promotor, panitia dengan kepolisian. Empat aktor utama memiliki peran tersendiri dalam menciptakan konflik yang terjadi beberapa bulan lalu.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk menganalisis konflik melalui teori dan alat yang digunakan untuk merekonsiliasi konflik. Analisis konflik menggunakan teori Georg Simmel.

Simmel dalam teorinya melihat ada sebuah sosiasi dari interaksi timbal balik antar individu yang membentuk masyarakat. 

Hubungan antar individu dan masyarakat dijadikan sebuah konsepsi oleh Simmel, yakni konsep hubungan superordinat-subordinat, dyad-triad, dan ingroup-outgroup. Dalam kasus di atas, hubungan antar beberapa aktor dilihat dari hubungan superordinat-subordinat dan ingroup-outgroup.

Superordinasi dan subordinasi (disebut juga sebagai dominasi dan ketaatan), dimana superordinasi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan tertentu, sedangkan subordinasi adalah seseorang/sekelompok orang yang dikuasai (Johnson, 1981). 

Apabila melihat dari sisi panitia/promotor dan kepolisian, keduanya memang sama-sama memiliki kuasa dan wewenang di atas penonton. Namun posisi keduanya berbeda, di mana polisi memiliki kuasa lebih di atas panitia/promotor. Polisi berada di posisi superodinat, sementara panitia/promotor sebagai sub-ordinat. Kepolisan dengan kuasa dan wewenangnya berhak untuk mencabut izin yang berlaku apabila terdapat pelanggaran kesepakatan dan aturan.

Kemudian dari pihak panitia/promotor dan penonton, panitia/promotor terposisikan sebagai superordinat dan penonton sebagai subordinat. 

Di mana keputusan dari panitia/promotor harus ditaati oleh penonton. Namun, menurut Simmel, hubungan superordinat dan subordinat tidak sebatas penekan dan ditekan. Subordinat dapat bernegosiasi atas keputusan yang dilakukan oleh superordinat.

Misalnya, panitia/promotor yang menegosiasikan keputusan penghentian acara dengan polisi, atau pihak penonton yang mendesak panitia/promotor untuk bertanggung jawab melakukan refund 100%.

Sementara itu dilihat dari hubungan ingroup-outgroup, posisi penonton adalah ingroup dan dalam perspektif penonton, panitia/promotor dan kepolisian merupakan outgroup, begitupun sebaliknya (Johnson, 1981).

Konflik dalam konsepsi hubungan yang dijelaskan oleh Simmel dapat menjadi sebuah kohesi dan memperkuat persatuan atau solidaritas kelompok internal, serta memberikan batasan pada kelompok luar untuk mempertahankan identitas kelompok.

Penonton dapat menjadi lebih kuat ikatannya karena mereka memiliki tujuan yang sama, yakni acara yang terus berjalan atau dilakukan pengembalian dana, begitupun pihak panitia/promotor dan kepolisian.

Lalu sebenarnya bagaimana cara menguraikan konflik? Konflik dapat dianalisis menggunakan alat bantu, yaitu pohon konflik. Pohon konflik adalah alat bantu analisis suatu konflik yang diilustrasikan dengan sebuah pohon dalam membantu menguraikan dan mengidentifikasikan inti masalah, sebab, dan akibat dari isu konfli yang diangkat (Fahira, 2021). 

Pohon konflik dibuat dengan tiga bagian, yaitu akar, batang, dan cabang pohon. Akar pohon merupakan penyebab dari masalah, batang sebagai masalah utama, dan cabang pohon sebagai dampak konflik.

Secara praktis, konflik tidak hanya dianalisis tetapi juga melibatkan proses pengelolaan konflik tujuannya agar praktisi dapat menentukan apa yang dilakukan selanjutna (Fahira, 2021) serta dilakukan rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik.

Pelanggaran kesepakatan atas kapasitas, surat Satgas Covid-19 yang diacuhkan, penjualan tiket yang melebihi dari batas venue, serta pengelolaan crowd control dan keamanan yang buruk menjadi penyebab utama dari permasalahan kapasitas penonton berlebih di venue. Yang akhirnya berdampak pada penonton yang pingsan, aksi dorong-dorongan, kericuhan, kerugian dari pihak seniman musik dan panitia/promotor, dan tuntutan pengembalian dana.  

Apabila panitia/promotor mengikuti kebijakan kepolisian dan Satgas Covid-19, maka acara akan berjalan sampai hari ketiga.

Panitia/promotor yang menjual tiket lebih dari batas dengan pemikiran keuntungan, berujung pada kerugian besar. Belum lagi dari penanggung jawab dan direktur promotor yang harus berada di jeruji besi dan dikenai denda ratusan juta.

Pada akhirnya, penonton yang mengharapkan kesenangan justru berakhir pada kengerian akan resiko ancaman keselamatan.

Lalu bagaimana solusi yang dapat dilakukan?

Solusi yang dapat diberikan adalah tindakan preventif yakni sosialisasi pada pihak panitia/promotor untuk membuat acara yang didasarkan pada ketetapan yang berlaku, baik dari sisi hukum, sumber daya, logistik, dll. Sebab pagelaran acara bukan hanya berorientasi pada uang saja dan merupakan sebuah tanggung jawab besar untuk mengelola ribuan manusia yang berada di satu tempat. 

Resiko ancaman akan semakin besar, sehingga panitia perlu mencapai standar tertentu untuk menjadi seorang pengelola acara festival manapun.

Oleh karena itu, penting bagi siapapun untuk mengecek ulang bagaimana acara akan dilaksanakan sehingga dapat terhindar dari faktor-faktor yang tidak diinginkan.

***

Daftar Pustaka: 

Agustian, R. (2022, November 06). Kasus Kisruhnya Festival Musik "Berdendang Bergoyang", Penanggung Jawab dan Direktur Perusahaan Ditetapkan Tersangka. Diakses pada 16 Desember 2022, dari https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/06/07432831/kasus-kisruhnya-festival-musik-berdendang-bergoyang-penanggung-jawab-dan?page=all.

Fahira, T. (2021). ANALISIS KONFLIK SENGKETA LAHAN DI KAWASAN KELURAHAN TAMANSARI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN POHON KONFLIK. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, Vol. 3(1):86-92. http://jurnal.unpad.ac.id/jkrk/article/view/31978

Johnson, D. P. (1981). Teori Sosiologi Klasik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Putwilianni, F. (2022, November 03). Kronologi Kisruh Bendendang Bergoyang, Berawal dari Over Kapasitas, Kini Naik Tahap Penyidikan. Diakses pada 16 Desember 2022, dari https://www.tribunnews.com/metropolitan/2022/11/03/kronologi-kisruh-bendendang-bergoyang-berawal-dari-over-kapasitas-kini-naik-tahap-penyidikan?page=all.

Royani, R. (2022, Oktober 31). Kronologi dan Daftar Kesalahan Berdendang Bergoyang Fest Menurut Manajer Seringai, Wendi Putranto. Diakses pada 16 Desember 2022, dari https://hai.grid.id/read/073550467/kronologi-dan-daftar-kesalahan-berdendang-bergoyang-fest-menurut-manajer-seringai-wendi-putranto?page=all

Sumber Gambar:

Pixabay

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun