Superordinasi dan subordinasi (disebut juga sebagai dominasi dan ketaatan), dimana superordinasi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan tertentu, sedangkan subordinasi adalah seseorang/sekelompok orang yang dikuasai (Johnson, 1981).Â
Apabila melihat dari sisi panitia/promotor dan kepolisian, keduanya memang sama-sama memiliki kuasa dan wewenang di atas penonton. Namun posisi keduanya berbeda, di mana polisi memiliki kuasa lebih di atas panitia/promotor. Polisi berada di posisi superodinat, sementara panitia/promotor sebagai sub-ordinat. Kepolisan dengan kuasa dan wewenangnya berhak untuk mencabut izin yang berlaku apabila terdapat pelanggaran kesepakatan dan aturan.
Kemudian dari pihak panitia/promotor dan penonton, panitia/promotor terposisikan sebagai superordinat dan penonton sebagai subordinat.Â
Di mana keputusan dari panitia/promotor harus ditaati oleh penonton. Namun, menurut Simmel, hubungan superordinat dan subordinat tidak sebatas penekan dan ditekan. Subordinat dapat bernegosiasi atas keputusan yang dilakukan oleh superordinat.
Misalnya, panitia/promotor yang menegosiasikan keputusan penghentian acara dengan polisi, atau pihak penonton yang mendesak panitia/promotor untuk bertanggung jawab melakukan refund 100%.
Sementara itu dilihat dari hubungan ingroup-outgroup, posisi penonton adalah ingroup dan dalam perspektif penonton, panitia/promotor dan kepolisian merupakan outgroup, begitupun sebaliknya (Johnson, 1981).
Konflik dalam konsepsi hubungan yang dijelaskan oleh Simmel dapat menjadi sebuah kohesi dan memperkuat persatuan atau solidaritas kelompok internal, serta memberikan batasan pada kelompok luar untuk mempertahankan identitas kelompok.
Penonton dapat menjadi lebih kuat ikatannya karena mereka memiliki tujuan yang sama, yakni acara yang terus berjalan atau dilakukan pengembalian dana, begitupun pihak panitia/promotor dan kepolisian.
Lalu sebenarnya bagaimana cara menguraikan konflik? Konflik dapat dianalisis menggunakan alat bantu, yaitu pohon konflik. Pohon konflik adalah alat bantu analisis suatu konflik yang diilustrasikan dengan sebuah pohon dalam membantu menguraikan dan mengidentifikasikan inti masalah, sebab, dan akibat dari isu konfli yang diangkat (Fahira, 2021).Â
Pohon konflik dibuat dengan tiga bagian, yaitu akar, batang, dan cabang pohon. Akar pohon merupakan penyebab dari masalah, batang sebagai masalah utama, dan cabang pohon sebagai dampak konflik.
Secara praktis, konflik tidak hanya dianalisis tetapi juga melibatkan proses pengelolaan konflik tujuannya agar praktisi dapat menentukan apa yang dilakukan selanjutna (Fahira, 2021) serta dilakukan rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik.