Ada perubahan apa selama sudah berkegiatan selama dua tahun ini di Biriyoshi?
Sa melihat perubahannya luar biasa. Mungkin menurut orang lain itu hal kecil saja, tetapi tidak buat saya. Anak kami ada yang sudah menjadi polisi cilik, ada yang sudah jadi pelari. Jadi anak -anak ada yang sudah menemukan ah ini saya punya kesukaan, bakat, potensi itu kami arahkan dan senang.
Ada juga tulisan-tulisan kecil dari anak-anak yang saya ada simpan, anak-anak saya biasakan menulis apa yang mereka rasakan dan alami. Tapi pakai dialek Papua misalnya sa pu kampung di biriyoshi, sa tinggal dengan sa pu keluarga. Kalau tingkatan belajar baca tulis mulai dari kelas yang belum bisa membaca, masih mengeja dan sudah lancar membaca dan masing-masing tentu dengan materi yang berbeda-beda.
Jadi kalau yang buta huruf awalnya kami ajar supaya mengenal huruf-huruf, a, b , c dan seterusnya, lalu kalau yang mengeja kami bombing supaya dia bisa menyambung-nyambung kata, sedangkan untuk yang sudah bisa membaca lancar kami ajar untuk mulai menulis, nah dorang ini yang menulis-menulis kisahnya walau masih pendek-pendek saja.
Masyarakat syukurnya senang sekali dengan kehadiran kami, sampai mama-mama dong bilang kapan mereka punya kelas sendiri. Sa bilang iyo, itu sebabnya kami selenggarakan kegiatan keterampilan untuk para mama ini. Tapi jujur saja, ini berjalan kalau pas saya ada berkat, sebab selenggarakan kegiatan ini karena bentuknya keterampilan maka bahan-bahan harus dibeli terlebih dahulu. Misalnya keterampilan membuat keripik, maka bahannya harus kami beli secara swadaya terlebih dulu, beli tepung, pisang, minyak goreng, ajak teman untuk menjadi pengajar membuat keripik pisangnya. Sa ajak teman untuk ajar mama-mama dong menyulam, merajut. Tapi memang jarang kegiatan karena ini membutuhkan dana
Apa harapan Kaka terhadap rumah pintar ini di hari depan?
Sa berharap kami dilirik, tidak usah lihat, tapi lirik saja. Barangkali setelah melirik nanti tersentuh dan bisa membantu kami punya kegiatan di rumah pintar. Kita menuntut banyak dari anak-anak lalu kita bilang anak-anak Papua meresahkan, nakal, dan yang lainnya. Tapi apa yang kita sudah bikin untuk mereka? Itu yang harus jadi fokus kita, terutama di Manokwari ini, mari kita sama-sama dekati anak-anak ini, jangan menjauhi mereka.
Karena jika tidak didekati maka kita tidak tahu apa yang mereka butuhkan. Ketika sudah ada ditengah mereka maka kita bisa dengar dan tahu apa yang mereka butuhkan. Contohnya di tempat saya banyak yang buta huruf, banyak yang putus sekolah. Dan tidak jauh-jauh dari kota manokwari ini.
Itu sebabnya kami salut juga dengan teman-teman lain yang mau turun melihat anak-anak secara non formal dan berjejaring satu dengan lainnya dan ini membuat perkembangan literasi yang baik di Manokwari seperti ada Cinta Baca Masni, disana ada Bang Roni, juga abang David dari Komunitas Suka Membaca, juga ada Noken Pustaka dan inisiatif-inisiatif literasi lainnya di Manokwari yang belum saya sebutkan.
Kaka, tadi kaka sudah cerita tentang kesukaan menulis yang sifatnya personal, kegiatan di luar kelas dalam rumah pintar yang kaka gagas dan kelola, nah bagaimana dengan literasi di ruang kelas, kaka ada buat kegiatan apa ?
Saya membuat pojok baca di kelas, lalu membuat kegiatan 15 menit membaca dan 15 menit menulis karena saya fasilitasi dulu, ini loh bacaan. Karena saya sudah sediakan, otomatis wajib harus membaca dan membuat tulisan.