1. Aspek sosio-antropologis,
Masyarakat Jawa bercorak kolektetif tradisional, individu adalah bagian dari masyarakat terikat oleh segenap aspek kehidupan komunitasnya, yaitu norma, tata nilai, pola hidup, kepercayaan, kebudayaan dan pola pikirnya. Setiap individu berusaha mempertahankan kesatuannya dalam masyarakat, tradisi turun temurun, adat- istiadat, tata krama ( unggah-ungguh ), slametan, gotong – royang  tetap di pertahankan ( dipepetri).
2. Aspek sosio-kultural,
Masyarakat Jawa  ditandai dengan  prinsip hidup rukun ( rukun agawe santoso, crah agawe bubrah), harmonis, tenggang rasa, tepo sliro, ewuh-pakewuh. Dengan sikap seperti ini, kehidupan dalam masyarakat sedapat mungkin dihindari dari konflik, baik secara terbuka maupun tertutup. Jika terjadi perbedaaan pendapat diselesiakan dengan: musyawarah dalam suasana kekeluargaan dengan motto : nglurug tanpo, bolo menang tanpo ngasorake  (win-win solution) .  Ojo rumongso biso, nanging biso rumongso. Keseimbangan dan keselarasan dengan keseluruhan tata alam semesta merupakan jiwa bagi ritme kehidupan harmonis, yang mengalir silih berganti dalam perjalanan waktu/musim.
3. Aspek sosio- religius,
Masyarakat Jawa berciri animistik dan dinamistik,mitologis, monistik. Tidak ada batas nyata antara dunia gaib dan dunia nyata, tetapi terdapat dasar-dasar spiritual yang kuat. Sebagai bagian dari kosmos manusia dapat dimungkinkan menyatu dengan kekuatan kosmik, oleh sebab itu segala perilaku yang ditempuh akan membawa manusia untuk menyatu dengan jagad agung. Sehingga dapat dicapai apa yang disebut sampurnaning urip  (kesempurnaan hidup) sebagai manusia sejati. Olah batin dan tarak broto merupakan perbuatan/laku untuk mencapai manusia sejati, disamping  itu tidak mencampuri urusan liyan ( orang lain, tidak pendendam, tidak berbuat jahil methakil, tidak menuruti hawa nafsu, tetapi meneng/diam agar jernih hatinya). Disitu nampak penghayatan spiritual yang melibatkan segenap eksistensi manusia  secara totalitas kehidupannya. Melihat kenyataannya bahwa kepercayaan yang telah dimiliki  diantara mereka, maka agar tidak mencabut dari akar budaya mereka, maka upaya memberitakan Injil kepada mereka dan pembinaan selanjutnya perlu diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Daniel,J.
   1992,  Teologi Lintas Budaya, BPK Gunung Mulia Jakarta
Berg, C.
   1974,  Penulisan Sejarah Jawa,  Bhatara, Jakarta