Mohon tunggu...
david julianto
david julianto Mohon Tunggu... Sejarawan - Penulis/Jurnalis Amatir

Proud to be Indonesians, 1998. Sports, Reading, Traveling, i could speak english, but not fluent like english letters students or a 4 years old kid who lived at Birmingham City. Fresh Graduate Student of History Sciences.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jepang: Pasca Perang Dunia I dan Keinginannya ke Hindia Belanda

13 Maret 2021   10:49 Diperbarui: 15 Maret 2021   13:09 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno dan Masyarakat membawa bendera Jepang, Sampul majalah propaganda Jepang di Indonesia, Djawa Baroe (sumber: nationalgeogprahic.grid.id)

 Minyak dan sumber daya menjadi salah satu masalah besar bagi Jepang, karena hasil minyak mentah dalam negeri mulai berkurang, serta tahun 1915-1916 sebagai puncak penghasilan maksimumnya.[5] Hal ini mengakibatkan perlunya mendatangkan minyak dari luar Jepang, karena Jepang menyadari bahwa minyak adalah sumber daya utama baik untuk militer, industri, dan lain-lain. Serta situasi kondisi dunia saat itu, di mana minyak dinyatakan sangat penting secara global sejak Perang Dunia I berlangsung.[6]

Hal yang dilakukan Jepang untuk mendapatkan minyak adalah menetapkan kebijaksanaan pengimporan minyak dari luar negeri tahun 1916, dan mengadakan perjanjian dengan perusahaan minyak Inggris Anglo Petroleum tahun 1917, dan mulailah Jepang mengimpor minyak dari Tarakan di Borneo (Kalimantan).[7] Pada tahun 1918, satu tahun setelah pengimporan minyak dari Tarakan, juga untuk merespon situasi global serta melihat pentingnya penggunaan minyak bagi Jepang di masa depan.

II.II Konflik Antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut.

Terjadinya Konflik antara Angkatan Laut dan darat Jepang lebih disebabkan karena masalah persaingan di antara keduanya. Pada saat teori Ekspansi ke Selatan mulai didengung-dengungkan oleh Angkatan Laut, Angkatan Darat Jepang sudah menduduki daerah Manchuria dan sedang berusaha menduduki Tiongkok.

Perasaan tersaingi ini terwujud dalam perbedaan pandangan antara perluasan daerah yang seharusnya dilakukan oleh Jepang. Angkatan Darat menganggap bahwa untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan yang ada di Jepang, maka harus melakukan ekspansi ke Utara. Berbeda dengan Angktan Laut yang menganjurkan untuk melakukan ekspansi ke Selatan.

Untuk memuluskan rencana invasinya, maka Jepang menggunakan jejaring intelijennya yang luas di Hindia Belanda untuk melakukan penelitian, jaringan ini telah dibangunnya sejak akhir dasawarsa 1920-an. Dinas intelijen Jepang terutama memakai kedok perdagangan bagi aktivitas subversif mereka. Sebagai contoh, seorang wakil konsul Jepang bernama Takagi Naojiro berpura-pura menjadi pengusaha kentang di Surabaya guna menutup-nutupi kegiatannya untuk mengimpor senjata ilegal bagi kaum nasionalis Indonesia maupun kegiatan gelap lainnya.[8] Hal itu juga didukung oleh, Meta Sekar Puji Astuti, dalam tulisannnya yang berjudul Apakah Mereka Mata-mata? Orang-orang Jepang di Indonesia 1868-1942, “Mereka datang bukan untuk berdagang, tetapi bekerja untuk pemerintah pendudukan,” kata Meta

Hasil penelitian dan kunjungan yang dilakukan oleh personil angkatan darat dan laut memainkan peran penting di sini. Pandangan akan potensi setiap wilayah menyebabkan Jepang dapat memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal. Sebagai Contoh, Pulau Jawa dianggap sebagai sebagai daerah yang paling maju politiknya, namun secara ekonomi kurang penting. Oleh karena itu, sumber daya utamanya adalah manusia.[9] Tentu daerah di luar Jawa juga memiliki peran penting, yaitu potensi sumber daya alam yang dibutuhkan Jepang.

Pemahaman akan daerah jajahan sudah mulai dirumuskan sebelum kedatangan Jepang di Hindia Belanda (Maret 1942). Seperti wilayah Tarakan, Kalimantan, dan wilayah Palembang, Sumatera yang sudah dipetakan oleh Jepang untuk diambil sumber minyaknya.[10] Oleh karena itu, pemahaman ini berdampak pada kegiatan politik yang terpusat di Jawa, dan pemanfaatan sumber daya alam di luar Jawa. Perlu juga dicatat, bahwa perkembangan organisasi Jepang di Jawa sudah berkembang pesat sejak tahun 1930-an.[11] 

III. Penutup : Saudara tua dan Sang Pembebas, dari Negeri Matahari Terbit

Wilayah pertama Hindia Belanda yang jatuh ke tangan Jepang adalah Kepulauan Tambelan di Selat Karimata. Dikuasainya kepulauan ini pada tanggal 27 Desember 1941 menyebabkan Jepang dapat menguasai perairan antara Kalimantan, Malaya, dan Sumatra. Setelah sasaran awalnya di Kalimantan jajahan Inggris, Malaya, dan Filipina berhasil direbut, para ahli strategi Jepang memutuskan melancarkan sebuah serangan bercabang tiga ke selatan guna merebut ladang-ladang minyak di Hindia Belanda.Apabila berhasil, rencana ini juga akan memutuskan garis komunikasi dari Australia ke Filipina dan Singapura sehingga pasukan Sekutu di wilayah itu dapat dikucilkan dan dihancurkan. Seluruh operasi itu mengarah ke sasaran akhir: Jawa yang berhasil dikuasai pada bulan Maret 1942, yang artinya hanya membutuhkan kurang dari 4 bulan untung menguasai Hindia-Belanda, Kemenangan besar militer Jepang atas armada Sekutu di Hindia Belanda memperlihatkan betapa kuatnya armada kekaisaran tersebut

Keadaan masyarakat Hindia-Belanda yang sudah lama berada di bawah kekuasaan Eropa dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Jepang. Sebagai sesama bangsa Asia, Jepang memanfaatkan keadaan tersebut dengan menyebut dirinya sebagai penyelamat yang akan membebaskan Bangsa Asia dari penjajahan Bangsa Eropa atau sering kita ketahui sebagai “Saudara Tua”, bersamaan dengan keadaan Belanda di Eropa yang sedang dikuasai oleh Jerman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun