Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 :
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Jelas kalimat dalam pasal tersebut menjamin kebebasan mengemukakan pendapat warga negara Indonesia, tidak terkecuali mengkritik kebijakan pemerintah. Setiap orang boleh, kok, mengkritik pemerintah. Termasuk penerima beasiswa LPDP, yang sering disebut 'awardee LPDP'.
Apakah ada awardee LPDP lainnya yang mengkritik Pemerintah? Ah, mana mungkin! Demikian dalam pikiran sebagian pembaca. Tidak satu dua orang, banyak awardee LPDP yang mengkritik Pemerintah dan tidak ada yang namanya pembungkaman.
Sebagai contoh, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, salah satu awardee LPDP, berani dengan lantang mengkritik Pemerintah karena dianggap lambat dalam memutuskan besaran anggaran darurat virus corona, sebagaimana diberitakan oleh laman cnnindonesia pada Maret 2020.
Juga di waktu lain, Bhima menyoroti program kartu prakerja yang digagas Pemerintah karena sama sekali tak sesuai dengan harapan. Bahkan menantang Adamas Belvara, stafsus Presiden, yang juga awardee LPDP untuk debat publik. Lalu apakah Bhima dibungkam? Silahkan dijawab sendiri.
Atau jika ingin tahu kritik lainnya dari Awardee LPDP, cobalah berkunjung ke www.theconversation.com, atau media publikasi lainnya. Ada banyak publikasi tulisan awardee LPDP, juga penerima beasiswa lainnya, dosen pun ada. Banyak tulisan yang mengkritik Pemerintah secara akademik, bukan opini belaka.
Yang menarik disana, kritik itu selalu disampaikan dengan berbasis data, analisis akademik, dan dibarengi rekomendasi solusi penyelesaian. Ini suatu cara pendekatan yang bijak.
Pun apa gunanya kita punya wakil rakyat di DPR/DPRD jika mereka tidak boleh mengkritik Pemerintah? Mereka kan digaji dari uang rakyat dalam APBN.
Mengapa pula Fahri Hamzah dan Fadli Zon, yang sebelumnya rajin mengkritik Pemerintah sedemikian keras, malahan mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera Nararya? Mengapa mereka tidak dibungkam saja seperti zaman orde baru?