Membantu Yang Terdampak Pandemi
Kendatipun kehadiran Covid-19 di Indonesia awal Januari 2020 masih dibantah namun saya diberitahu teman-teman di Bali jika mereka sudah merasakan keterpurukan ekonomi akibat penurunan kunjungan wisman yang drastis sejak 3 bulan di akhir 2019.Â
Di lain pihak fakta bahwa di RS Kariadi ada pasien meninggal yang pemulasaran jenazahnya dengan protokol Covid-19 pada September 2019, menyadarkan bahwa kehadiran Covid-19 di Indonesia tinggal tunggu waktu.Â
Pastinya jika Covid-19 hadir maka segala segi kehidupan manusia akan terpengaruh, bukan hanya masalah kesehatan semata.Â
Maka saat tukang soto dan tukang mie ayam yang berdagang di portal jalan samping rumah mendatangi dan melaporkan kalau mereka dilarang RW berdagang di awal 2020 lalu, saya langsung berusaha membantu. Â Mengunjungi rumah RW yang membawahi 7 RT dan mulai menanyakan kebenaran info dari para pedagang gerobak tersebut.Â
Bapak RW membenarkan dan menjelaskan kenapa berlaku demikian. Â Menurut beliau, warga disekitar portal merasa keberatan dengan keramaian akibat keberadaaan para pedagang kuliner gerobak tersebut. Dan karena tukang soto dan mie ayam merupakan pedagang terakhir yang datang, maka mereka yang harus pergi.
Hal yang cukup mengherankan bagi saya yang merupakan salah satu warga di sekitar portal. Sebab jalan tempat portal itu berada hanya ada 6 rumah, masing-masing 3 rumah di sisi kanan dan kiri jalan. Nah portal di ujung jalan itu menghadap jalan raya hingga membuat 5 gerobak kuliner yang ada selalu laris manis.Â
Saya mengenal dekat para tetangga dari 5 rumah, ada rumah yang difungsikan sebagai kantor, tentunya karyawan di sana malah senang tak perlu jauh-jauh mencari makan.Â
Ibu Joko - penghuni rumah yang tepat berada dekat lokasi para pedagang malah menawarkan mereka untuk mengambil air pencuci piring dari keran yang ada di halamannya.Â
Jika ia sudah sedemikian baiknya menawarkan air pada 5 pedagang itu, Â mana mungkin ia terganggu akan kehadiran mereka. Sebelah rumah Ibu Joko adalah rumah seorang walikota yang dengan ringan hati tidak keberatan ada orang gila yang tiap malam tidur di muka pagar rumahnya.Â
Jika orang gila saja diizinkan, mana mungkin beliau keberatan dengan para pedagang gerobak kuliner. Selain itu ada pasutri yang sudah berusia lanjut yang senang ada aneka jajanan dekat rumah.
Para penghuni jalan tersebut adalah orang lama yang sudah saling kenal jadi saya tidak yakin ada salah satu dari mereka yang keberatan dengan kehadiran gerobak kuliner.Â
Akhirnya saya desak pak RW untuk memberitahukan siapa warga yang keberatan, dengan maksud untuk melakukan pendekatan secara pribadi. Namun beliau keberatan dengan alasan menjaga kerahasiaan, sementara desakan saya cukup "konsisten" hingga akhirnya dia meledak dan meloncat dari tempat duduknya setelah menggebrak meja,
"Kalau enggak percaya ya sudah. Buat apa kita bicara?"
Akhirnya saya mengeluarkan selembar kertas berkop Garuda yang merupakan surat pengangkatan sebagai ketua pengurus perhimpunan penghuni kompleks.
"Begini Pak, saya diangkat oleh bapak Menteri untuk jadi ketua perhimpunan para penghuni. Sementara bapak setahu saya diangkat oleh pak lurah kan? Pak lurah diangkat oleh walikota, walikota diangkat oleh gubernur. Gubernur diangkat oleh Menteri jadi kedudukan saya itu setara dengan bapak Anies Baswedan.Â
Sebenarnya saya nanya warga yang keberatan itu untuk didekati secara pribadi namun dengan reaksi yang begini,  kalau Bapak  berkeras untuk panggil satpol PP agar mengangkat 2 gerobak kuliner itu, saya pastikan akan meminta satpol PP untuk angkat 3 gerobak yang lain."
Sebenarnya argumen bahwa posisi saya setara Gubernur DKI sekedar mengada-ada namun mampu membuat mukanya ditekuk tak keruan, saya mengingatkan,
"Pak, orang-orang itu tidak meminta sepeser uang dari Bapak, tidak meminta makan dari Bapak. Â Sebentar lagi Covid-19 bakalan masuk ke Indonesia, hidup akan makin susah saja. Jangan bikin susah orang kecil, Pak. Tanggung jawab moralnya besar sekali dunia dan akhirat."
Saya tinggalkan pak RW yang termenung dan langsung menyambangi tukang soto serta tukang mie ayam untuk menenangkan mereka.Â
Sore harinya tukang mie ayam laporan kalau pak RW meninjau mereka sembari tersenyum-senyum. Tukang combro menanyakan kebenaran kabar kalau saya ke rumahnya. Pak RW membenarkan seraya mengatakan jika saya marah-marah di rumahnya. Whaat??
Tapi sudahlah, yang penting semua bisa berdagang dengan tenang. Dan dari penyelidikan berbagai pihak di jalan portal terungkap fakta jika yang keberatan akan kehadiran  2 pedagang soto serta mie ayam itu adalah 3 pedagang gerobak lainnya (termasuk pedagang combro). Saya mendatangi pedagang yang dianggap senior di sana dan mengatakan,
"Coba dipikirkan, sama-sama cari makan kan lebih enak jika saling menerima. Kasihan tuh tukang soto datang langsung dari Madura untuk mencari makan di sini. Kenyataannya dagangan Bapak dan 2 temannya  selalu habis pk. 11.00 siang. Lah tukang soto baru habis pk. 13.30 dan tukang mie ayam baru habis saat Maghrib."
Saya lanjutkan,
"Gak usah main ilmu hitam buat jungkir balikin gerobak temannya. Kasihan mangkoknya pecah semua. Lagian kalau pakai dukun gitu berarti mengabdi setan. Lah buat apa rajin beribadah?"
Pedagang itu hanya menunduk dengan raut muka terkejut. Saat saya ceritakan ke adik, dia terkejut, "Kakak bilang gitu? Ngeri ah ntar disantet lagi."
"Lah kamu kok gak yakin kalau manusia kedudukannya lebih tinggi dari mahluk-mahluk lain?" jawab saya.
Semenjak kejadian tersebut situasi sudah kondusif, tukang mie ayam dan tukang soto selalu menolak uang saya tiap kali membeli di tempat mereka. Jadi selalu ada drama dorong-dorongan uang karena saya tetap membayar pembelian.
Tak lama setelah itu kehadiran Covid-19 diumumkan Pemerintah disusul dengan kebijakan PSBB. Pembeli surut dari kulineran di portal, saya mendatangi tukang soto dan menanyakan kabarnya, dia membanting topinya seraya mengeluhkan,
"PSBB...PSBB."
Saya segera membawakan beras kemasan 5 kg, "Nih pakai saja biar tak perlu beli beras."
Dia kaget dan terharu, mungkin tidak menyangka. Dari 5 pedagang kuliner portal hanya dia yang tidak menerima bansos dari Pemerintah karena warga perantauan. Ada 3 kali saya memberikan beras setelah menanyakan padanya, "Beras dah habis."
Ketika kali ke 3 pemberian, dia mengatakan, "Kak, saya harus bayar beras ini."
Tentunya saya tolak ide tersebut namun jadi paham bahwa dia sudah stabil jadi pembagian beras dialihkan pada orang-orang lain yang membutuhkan. Terus terang melihat reaksi mereka yang menerima sungguh mengharukan. Tak terasa setahun berlalu, rezeki dari langit makin bertambah hingga tiap bulan bisa rutin berbagi pada 8 orang pekerja grass root macam tukang sol sepatu, tukang siomay keliling, perempuan pemulung sampah.
Gus Juwandi Ahmad dalam filosofi kopinya mengatakan,
Banyak orang menanggung beban hidup yang berat. Menderita. Dan hidupmu jauh lebih baik. Tapi bersyukur bukan alasan yang cukup tanda memiliki hati. Rasa kasihan lebih tinggi darinya. Namun Pramudia Ananta Toer berkata, kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat. Kasihan adalah suatu kelemahan. Yang terpuji memang dia yang mampu melakukan kemauan baiknya.
Dibantu Tetangga Saat Isoman
Bulan Juli 2021 tiba dan akhirnya kami serumah ( bertiga ) terpapar Covid-19 dan harus isolasi mandiri. Tukang mie ayam yang bermaksud bertandang ke rumah, saya cegah dan katakan kalau kami sedang isoman.
Tak lama kemudian Ibu Joko menelpon menanyakan kebenaran kabar tersebut yang langsung disambung dengan tawaran,
"Cateringnya di-cancell saja (karena semua penghuni rumah terpapar Covid-19 jadi kami memesan catering harian), kami yang akan menyediakan makanan kalian selama isoman."
Saya langsung menolak karena tidak ingin merepotkan namun beliau memaksa seraya meyakinkan,
"Ini tulus kok, mbak. Ini merupakan bagian dari amal ibadah saya, semoga Tuhan menerima."
Jadilah akhirnya ibu Joko menyediakan makanan bagi kami serumah selama 15 hari isoman dengan panganan yang berlimpah dan lezat. Sempat beliau membedakan antara sarapan dan makan siang/malam. Membayangkan betapa repotnya merancang serta memasak berbagai menu membuat kami jadi sungkan hingga akhirnya meminta beliau tidak mengirimkan sarapan dengan dalih makanan yang dikirimkan selalu bersisa hingga keesokan harinya.
Rupanya tidak hanya bu Joko yang diberitahu, pak walikota juga mengirimkan buah-buahan seabreg hingga cukup dikonsumsi selama 15 hari isoman. Tetangga yang lain mengirimkan puluhan kaleng susu sapi steril berlogo beruang itu yang ternyata memang effektif sebagai booster. Belum lagi ada kiriman aneka frozen food, obat-obatan herbal serta buah-buahan dari teman-teman. Â Wah siapa sangka dunia bisik-bisik di kulineran portal begitu dahsyat mencapai lingkungan luar kompleks.
Tanpa kordinasi dari RT yang tiarap tak bergeming padahal dia tahu kabar paling awal, sementara saya lihat RT-RT lain ( di kompleks kami ada 7 RT ) sibuk mengurusi warganya yang terpapar Covid-19, para tetangga langsung bergerak cepat. Dan yang tak disangka, pak RW datang membawa pasukan penyemprot desinfektan.
Begitu banyak yang membantu, membuat kami bisa tenang menjalankan isolasi mandiri. Beginilah kisah selama pandemi, menolong sungguh sangat membebaskan hati dari segala rasa egoisme, cinta kebendaan yang berlebih. Banyak kata-kata bijak yang mengatakan saat kau menolong orang sebenarnya kau sedang menolong dirimu sendiri. Ketika suatu hari kita dalam kesusahan dan sebenarnya merasa sanggup menangani masalah, ternyata uluran tangan dari para penolong terasa begitu berarti dan melegakan.
Menolong dan ditolong yang saya alami adalah  bentuk gotong royong tanpa hingar bingar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H