Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Cara Ekstrem Saya Mendukung Usaha Mikro Saat Pandemi

8 Februari 2021   09:17 Diperbarui: 8 Februari 2021   17:19 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikejar-kejar Pak RW

Paginya saya berburu sarapan pagi ke jalan sebelah rumah, di mana beberapa pedagang makanan berdagang di balik portal yang tutup 24 jam selama pandemi ini. 

Nasib mereka jauh lebih baik dari pedagang mi tektek-tektek semalam. Ada pedagang combro, nasi uduk + ketupat sayur, bubur ayam, soto ayam dan mie ayam, ya dibatasi 5 pedagang saja. 

Bersyukur akhirnya omset mereka stabil sebagaimana sebelum pandemi, setelah diawal pandemi merasakan babak belur juga. Ini jauh berbeda dengan omset para pedagang makanan di portal dekat masjid yang mengalami penurunan drastis. Padahal sama-sama di pinggir jalan raya.

dok.pribadi
dok.pribadi
Kali ini saya membeli soto ceker saja dan seperti biasa, saya harus memaksa tukang soto untuk menerima pembayaran. Tukang soto acap kali menolak pembayaran karena merasa berterima kasih atas pembelaan yang pernah saya lakukan hingga dia dan pedagang mie ayam bisa tetap berdagang di sana. Ini kejadian pada bulan Februari 2020 Karinem, si pedagang mie ayam tergopoh-gopoh datang ke rumah,

"Bu, masa Pak RW membatasi waktu berdagang saya dan tukang soto. Katanya kami gentian aja, yang satu sampai jam 12 siang, yang lain nerusin sampai jam 5 sore. Tukang combro, nasi uduk sama bubur ayam tetap full. Kalau enggak mau ntar dipanggilin Satpol PP buat angkut kami berdua."

"Loh Pak RW ngomong langsung sama kamu?"

"Nggak Bu, itu kata tukang nasi uduk."

"Coba ntar saya nanya."

Saya segera menghampiri tukang nasi uduk yang membenarkan kabar tersebut, alasannya Pak RW menerima keluhan dari warga penghuni karena terlalu banyak pedagang makanan di situ.

Menurut saya ini alasan yang dicari-cari karena jalan di samping rumah hanya diisi oleh 6 rumah termasuk rumah saya. Saya mengenal para tetangga ini dengan baik dan merasa pasti mereka bukan orang yang suka mengeluh, apalagi sampai ke ketua RW. 

Mereka santai aja, malah Pak Walikota yang rumahnya di sebelah, malah mendiamkan saja orang gila yang tiap malam tidur di emperan pagarnya. 

Bapak Rajak, penghuni yang lain malah senang ada banyak pilihan makan siang. Ibu Joko yang rumahnya paling dekat dengan pedagang malah menawarkan pada Karinem untuk ambil air cuci mangkok di kerannya. 

Selidik punya selidik, saya akhirnya menyimpulkan kalau sebenarnya Pak RW dipengaruhi oleh tukang combro dan tukang nasi uduk yang ayah-anak. Mereka bersama tukang bubur memang lebih dulu berjualan di sana, sementara tukang mie ayam dan tukang soto datang belakangan. 

Kedatangan 2 pedagang baru dianggap mengurangi omset. Malah sebenarnya Karinem pernah merasa dikerjai dengan ilmu hitam  karena tetiba saat sedang mempersiapkan mie ayam tiba-tiba gerobaknya terjungkal hingga menumpah semua kuah dan menghancurkan seluruh mangkuk yang ada, padahal dia merasa sudah mempersiapkan gerobak sebaik mungkin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun