Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Cara Ekstrem Saya Mendukung Usaha Mikro Saat Pandemi

8 Februari 2021   09:17 Diperbarui: 8 Februari 2021   17:19 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Sedihnya Usaha Mikro Saat Ini

Pk.09.00 malam orang rumah sudah beranjak ke peraduan sementara saya masih sibuk ketak-ketik di depan laptop. Tek-tek-tek, suara yang bikin kaget secara suara ini sudah lama tak terdengar. Persisnya tak lama setelah pandemi diumumkan kehadirannya pada Maret 2020, bakmi tek-tek tak pernah melintasi kompleks. 

Suara tek-tek terdengar lagi, kali ini disusul dengan suara penawaran dari speaker. Dalam masa sebelum pandemi, hal ini tak pernah dilakukan. Hati langsung iba mendengarnya, terbayang betapa pedagang mie tek-tek berusaha keras agar yang mendengar tergugah untuk membeli. 

Setelah berbulan waktu berlalu tanpa ada aktivitas sama sekali karena penjualan menurun drastis, orang-orang memilih berhemat sebab daya beli mereka memang menurun. Tinggalah para pedagang makanan malam gigit jari. Malam ini suara tek-tek itu muncul kembali. Semoga pedagang mie ini menemukan semangatnya kembali berkat suntikan bantuan UMKM yang disalurkan Pemerintah. 

Saya menyibak gorden namun tak kuasa untuk memanggil, nasi goreng tengah malam is a big no no bagi saya yang kesehatannya berada dalam pengawasan dokter. Untung tetangga sebelah memanggil bakmi tek-tek itu.

Tukang mie tek-tek itu tidak sendiri, warung seberang rumah mengeluhkan, "Mbak, kerupuk 2 kaleng besar ini dalam seminggu tidak ada yang beli sama sekali. Demikian juga roti manis yang 2 ribuan ini, blas ga ada yang ngambil."                                                                                          

Warung depan biasanya menjadi tempat nongkrong pengemudi ojol dan supir taksi resmi. Sekarang mereka mengeluhkan tak ada penumpang. Akibatnya mereka tidak berani nongkrong di warung, agar tak ada pengeluaran. 

Kebayang kan efeknya, supir taksi berkurang penghasilan hingga tidak membeli kerupuk atau roti manis, pengusaha roti, kerupuk merasakan imbasnya karena mereka menitipkan dagangannya ke warung-warung. Pastinya ini juga berpengaruh pada pemilik warung. 

Kenyataannya ada 30 juta UMKM dari total 63 juta yang mati suri selama pandemi ini, demikian disampaikan oleh Kamar Dagang Indonesia bersama Akumindo (Asosiasi UMKM Indonesia ). Hal ini tak lepas dari lambannya pemberian bantuan UMKM oleh Pemerintah, demikian pendapat Ikhsan Ingratubun - ketua Akumindo.

sumber: IG Nyaman.Goods
sumber: IG Nyaman.Goods
Teten Masduki - Menteri Koperasi menyampaikan pada tahun 2020 telah menargetkan 12 juta UMKM menerima bantuan produktif sebesar Rp.2.4 juta. Tampaknya hal ini telah terealisir jika melihat di bulan Desember 2020 itu BRI sebagai bank penyalur dana bekerja non-stop hingga buka hari Sabtu dan Minggu. 

Sehari sebelum Natal, adik yang pelaku usaha kuliner online ditelpon BRI yang mengabarkan dia mendapatkan bantuan produktif. Dia diminta datang sehari setelah Natal untuk pencairan. 

Temannya malah diminta datang ke BRI menjelang tutup tahun 2020. Beruntung adik dan temannya difasilitasi oleh pembimbing bisnis UMKM dari kecamatan usai mengikuti pelatihan di sana sebagaimana telah saya tuliskan di sini.

Beberapa bulan lalu sebenarnya sang pembimbing sudah menyampaikan bahwa kecamatan telah memasukkan data peserta untuk memperoleh bantuan produktif namun keputusan ada di tangan Kementerian Koperasi dan ternyata pencairan terjadi satu demi satu. Ada beberapa persyaratan untuk mendapatkan bantuan itu, antara lain memiliki rekening di BRI dengan maksimal saldo Rp. 2 juta. 

Sementara tabungan adik di BRI sekitar di atas Rp. 2 juta karena rekening tersebut merupakan rekening penampungan tabungan si Nenek, ART kami yang sudah berusia 76 tahun. 

Adik sempat cemas karena ia tidak kunjung mendapatkan bantuan produktif itu sementara teman-temannya sudah dapat. Memang sih Kecamatan mengusulkan 6 ribu UMKM jadi wajar jika harus mengantri. 

Sejak awal saya sudah menyarankan untuk memindahkan saldonya ke rekening bank lain, dia berkeras pasti datanya tetap ada walau saldo dipindahkan. 

Sebagai orang yang pernah berkecimpung di perbankan, saya yakin hanya ada 1 bank yang memiliki big data yang lengkap dan itupun bank swasta. Jadi saya paksa lagi, akhirnya saldo dipindahkan dan menjelang Natal, dia mendapatkan telpon dari nomor yang tidak dikenal supaya segera ke BRI. 

Teten Masduki mengungkapkan ada 28 juta UMKM yang mengajukan permohonan bantuan produktif ini, jika tahun 2020 sudah disalurkan bantuan produktif pada 12 juta UMKM berarti masih ada 16 juta UMKM yang membutuhkan. 

Untuk itu Teten Masduki  mengajukan permintaan tambahan dana bantuan produktif UMKM pada Menteri Keuangan. Apakah ini akan disetujui Menteri Keuangan? Wallahu'alam biisawab.

Yang jelas bantuan gaji bagi yang bekerja yang sejak awal bikin saya bingung, kenapa orang masih kerja dikasih bantuan? Semoga alokasi dana mereka bisa dialihkan bagi bantuan produktif UMKM.

Walaupun tampak receh sekali namun diam-diam UMKM menyumbangkan 60% dari perekonomian nasional dimana UMKM menyerap 97% dari tenaga kerja. Sungguh kontribusi yang luar biasa kan. Sayangnya bantuan yang diberikan jauh dari bantuan yang diberikan pada korporasi. 

C'mon bu Sri have mercy on UMKM, setujuilah pengajuan menteri Teten Masduki, kalau perlu ditambah.

Dikejar-kejar Pak RW

Paginya saya berburu sarapan pagi ke jalan sebelah rumah, di mana beberapa pedagang makanan berdagang di balik portal yang tutup 24 jam selama pandemi ini. 

Nasib mereka jauh lebih baik dari pedagang mi tektek-tektek semalam. Ada pedagang combro, nasi uduk + ketupat sayur, bubur ayam, soto ayam dan mie ayam, ya dibatasi 5 pedagang saja. 

Bersyukur akhirnya omset mereka stabil sebagaimana sebelum pandemi, setelah diawal pandemi merasakan babak belur juga. Ini jauh berbeda dengan omset para pedagang makanan di portal dekat masjid yang mengalami penurunan drastis. Padahal sama-sama di pinggir jalan raya.

dok.pribadi
dok.pribadi
Kali ini saya membeli soto ceker saja dan seperti biasa, saya harus memaksa tukang soto untuk menerima pembayaran. Tukang soto acap kali menolak pembayaran karena merasa berterima kasih atas pembelaan yang pernah saya lakukan hingga dia dan pedagang mie ayam bisa tetap berdagang di sana. Ini kejadian pada bulan Februari 2020 Karinem, si pedagang mie ayam tergopoh-gopoh datang ke rumah,

"Bu, masa Pak RW membatasi waktu berdagang saya dan tukang soto. Katanya kami gentian aja, yang satu sampai jam 12 siang, yang lain nerusin sampai jam 5 sore. Tukang combro, nasi uduk sama bubur ayam tetap full. Kalau enggak mau ntar dipanggilin Satpol PP buat angkut kami berdua."

"Loh Pak RW ngomong langsung sama kamu?"

"Nggak Bu, itu kata tukang nasi uduk."

"Coba ntar saya nanya."

Saya segera menghampiri tukang nasi uduk yang membenarkan kabar tersebut, alasannya Pak RW menerima keluhan dari warga penghuni karena terlalu banyak pedagang makanan di situ.

Menurut saya ini alasan yang dicari-cari karena jalan di samping rumah hanya diisi oleh 6 rumah termasuk rumah saya. Saya mengenal para tetangga ini dengan baik dan merasa pasti mereka bukan orang yang suka mengeluh, apalagi sampai ke ketua RW. 

Mereka santai aja, malah Pak Walikota yang rumahnya di sebelah, malah mendiamkan saja orang gila yang tiap malam tidur di emperan pagarnya. 

Bapak Rajak, penghuni yang lain malah senang ada banyak pilihan makan siang. Ibu Joko yang rumahnya paling dekat dengan pedagang malah menawarkan pada Karinem untuk ambil air cuci mangkok di kerannya. 

Selidik punya selidik, saya akhirnya menyimpulkan kalau sebenarnya Pak RW dipengaruhi oleh tukang combro dan tukang nasi uduk yang ayah-anak. Mereka bersama tukang bubur memang lebih dulu berjualan di sana, sementara tukang mie ayam dan tukang soto datang belakangan. 

Kedatangan 2 pedagang baru dianggap mengurangi omset. Malah sebenarnya Karinem pernah merasa dikerjai dengan ilmu hitam  karena tetiba saat sedang mempersiapkan mie ayam tiba-tiba gerobaknya terjungkal hingga menumpah semua kuah dan menghancurkan seluruh mangkuk yang ada, padahal dia merasa sudah mempersiapkan gerobak sebaik mungkin. 

Jadilah saya harus menasehatinya untuk membaca beberapa surat penghalau gangguan setan.

Akhirnya saya ke rumah Pak RW untuk menanyakan. Pak RW membenarkan informasi yang disampaikan penjual nasi uduk, saya menanyakan Pak RW siapa nama warga yang keberatan karena saya akan me-lobby yang bersangkutan. Pak RW keberatan. 

Akhirnya begitulah kami berdebat kusir karena saya mendesak sementara dia tidak mau mengungkapkan hingga akhirnya dia habis kesabaran dan meloncat berdiri dan berteriak, "Ya udah kalau gak percaya."

Dengan tenang saya jawab, "Pak, perhatikan ya. Di dunia saat ini sedang menderita Corona, walaupun Indonesia belum mengumumkan. Sebentar lagi kita akan merasakan hal yang sama. Perekonomian akan sulit. Mereka hanya berupaya untuk mandiri mencari uang untuk hidup. Tak sepeserpun mereka minta ke Bapak kan. Jangan sok kuasa gitu."

"Ini lihat penunjukan saya sebagai Ketua Pengurus Penghuni Kompleks Perumahan ini, dikeluarkan oleh Bapak Menteri X. Jadi kedudukan saya lebih tinggi dari Pak RW. Mungkin selevel dengan Bapak Gubernur. Jadi ga usah ngegas." Ngasal aja sebenarnya nyamain dengan Gubernur.

Dia kaget demi melihat surat tersebut, rasanya di lingkungan RW lain gak ada. Sebelum meninggalkannya, saya sampaikan lagi, "Awas ya berani suruh Satpol PP angkut 2 gerobak pedagang itu, saya akan minta satpol PP untuk angkut 3 gerobak pedagang yang lain."

Sorenya, Karinem laporan, "Bu, tadi Pak RW datang keliling sambil senyum-senyum."

Senyum-senyum? Baiklah.

"Pas sampai di tukang combro ditanyain, Pak tadi beneran Ibu Dee datang ke rumah?" Lanjut Karinem

"Iya, sambil marah-marah." Jawab Pak RW

Jiahaha...bisa aja Pak RW. Setelah itu saya mendatangi pedagang nasi uduk dan menasehati, "Udah gak usah berusaha mematikan kesempatan dagang orang, suatu saat kalau bapak mengalami hal yang sama gimana? Pake main ilmu hitam segala, itu artinya bapak teken kontrak sama syaitan. Mau kalau meninggal kelak jasadnya tidak diterima bumi?"

"Coba saya tanya apa omset bapak menurun? Enggak to...wong saya lihat jam 11 siang bapak sudah pulang karena dagangan habis." Pedagang nasi uduk terkejut dan hanya bisa diam.

Sejak itu mereka kembali berdagang dengan damai. Dan keluarga kami tetap mendonasikan beras secara bergiliran pada mereka tiap bulannya termasuk ke tukang bubur dan tukang nasi uduk. Hal yang sudah dilakukan sejak awal pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun