"Ya. Anggrek itu akan memberitahu bunga kalau di bawah bukit sudah aman. Jadi mereka tak perlu tinggal di atas bukit lagi. Saat mereka turun, kita bisa menyerang mereka dengan mudah."
Lalu sang penyihir menyentuh sulur -- sulur hijau di dekatnya. Dalam sekejap, tanaman hijau itu hidup. Tak hanya itu, dari dalam tanah tempat mereka berpijak, juga keluar umbi tanaman. Lalu si nona meminta kumpulan mandrake itu pergi menyusul si anggrek.
"Tapi, apakah mereka akan percaya dengan kabar palsu dari si anggrek?" tanya si mandrake.
"Entahlah. Anggrek adalah salah satu teman mereka, dan anggrek itu tak pernah bohong. Kupikir, kalau seorang pembohong bercerita, mereka akan mengabaikan berita itu. Tapi kalau cerita itu disampaikan oleh orang yang mereka anggap jujur, mereka akan takut untuk tidak percaya, karena rasa kenyamanan bersandar kepada kejujuran itu begitu besar, sehingga ujung -- ujungnya mereka akan berpikir kalau cerita itu benar -- benar nyata."
Lalu berangktlah tanaman itu menuju bukit. Mereka didorong oleh kelicikan seorang nona penyihir , dan dikawal oleh tipu muslihat dari sekuntum anggrek jujur yang telah mereka bohongi.
Tamat
Cerita sebelumnya:
Benteng Empat Buah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H