Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jejak Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Pendidikan Indonesia yang Holistik

16 Agustus 2022   11:30 Diperbarui: 25 Agustus 2022   12:30 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seminari Menengah St. Yohanes Brekhmans Mataloko-Flores (Sumber Foto: Seminari Mataloko)

Setiap langkah hidup menusia tentu meninggalkan jejak hitam maupun putih, kebajikan maupun kesalahan, yang positif maupun negatif. Begitu pun halnya dengan peninggalan kolonialisme di bumi Indonesia. Ada jejak negatif yang tentunya tidak perlu kita kembangkan, namun ada jejak positif dari kolonial yang justru menjadi pengalaman mahal yang bisa memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa ini jika tidak dikembangkan dengan bijak.

Demikianlah kurang lebih saya menyimpulkan refleksi singkat dari Kompasianer Cristopher Reinhart, seorang peneliti sejarah yang kali ini berkolaborasi dengan Kompasiana, untuk mengajak kompasianer merefleksikan jejak kolonial dalam rangka HUT 77 RI.

Dalam pengantar Topik Pilihan dari Kompasiana, diangkat sejumlah peninggalan kolonial antara lain jalur kereta api, produk hukum, pendidikan, atau arsitektur dan lain-lain.

Saya kemudian tertarik dengan salah satu pertanyaan reflektif sebagai sub-tema dari topik pilihan ini, yakni tentang pola pendidikan misionaris era kolonial di Flores pada studi di seminari.

Maka dalam artikel ini saya akan mengulas secara singkat tentang pendidikan seminari di Flores pada era kolonial dan nilai positif yang bisa dikembangkan untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Seminari adalah sekolah calon pastor (imam, romo). Seminari terdiri dari dua tingkatan yakni seminari menengah dan seminari tinggi. Seminari menengah adalah jenjang pendidikan sederajat dengan SMP-SMA. Sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi disebut seminari tinggi (S1-S2). Seseorang bisa ditahbiskan (dilantik) menjadi pastor atau imam Katolik jika ia sudah menyelesaikan pendidikan seminati tinggi (S2).

Seorang seminaris (panggilan untuk siswa yang mengenyam pendidikan di seminari), tidak semuanya ditahbiskan menjadi pastor. Ada yang keluar dari seminari dan menjadi awam (umat), baik atas dasar kehendak pribadi maupun karena tidak memenuhi tuntutan aspek pembinaan di seminari.

Namun nilai-nilai pendidikan yang diterapkan di seminari mampu melahirkan alumni-alumni yang kemudian berprestasi di berbagai bidang kehidupan.

Sebut saja, seorang tokoh yang tidak asing lagi bagi kita, Jakob Oetama. Pendiri Surat Kabar Kompas ini merupakan alumni dari Seminari Menengah Mertoyudan-Magelang.

Almamater Jakob Oetama ini merupakan seminari pertama yang didirikan oleh para misionaris. Dari Magelang, seminari berikutnya dibangun di Flores, dan kini pendirian seminari sudah menyebar di seluruh nusantara. Saat ini di pulau Flores terdapat 5 seminari menengah dan satu seminari tinggi. Beberapa tokoh nasional yang merupakan alumni dari seminari di Flores antara lain Johnny Plate yang saat ini menjadi Menkominfo, Boni Hargens seorang pengamat politik; Don Bosco Selamun, sebagai pemimpin redaksi Metro TV, Andreas Hugo Pareira sebagai politisi PDI Perjuangan, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh daerah maupun nasional yang lahir dari pendidikan seminari di Flores, selain puluhan uskup dan ribuan pastor yang kini berkarya di seluruh dunia.

Seminari pertama yang dibuka di Flores adalah seminari St. Yohanes Brekhmans. Seminari yang saat ini terletak di Todabelu-Mataloko, Kabupaten Ngada ini, pada awalnya didirikan di Kabupaten Sikka-Maumere (Lela), pada tanggal 2 Februari 1926, yang diprakarsai oleh Mgr. Vestraelen, SVD. Dari Maumere, seminari ini pindah ke Mataloko dan diresmikan pada tanggal 15 September 1929.

Seminari ini sempat mengalami krisis besar pada saat Perang Dunia II. Banyak pastor yang diinternir dan dideportasi. Saat itu dua Uskup Jepang, Mgr. Paulus Yamaguchi dan Mgr. Aloysisus Ogihara SJ, bersama dua orang pastor Jepang lainnya datang untuk membantu. Setelah terjadinya perang, seminari mulai menyesuaikan diri dengan kurikulum pemerintah dan beberapa aspek pembinaan tambahan yang dikhususkan untuk pendidikan calon pastor.

5 S Pilar Pendidikan Holistik

Apa saja aspek-aspek pendidikan yang dikembangkan di seminari-seminari sejak zaman kolonial hingga saat ini? Ada 5 pilar pendidikan yang dilaksanakan di seminari sebagai nilai inti pendidikan, yang dikenal dengan istilah 5 S (Sanctitas, Sanitas, Scientia, Sapientia dan Socialitas). Berikut ini adalah penerapan 5 S di seminari yang bisa dikembangkan untuk pendidikan nasional di negara kita.

SANCTITAS (Kerohanian)

Pendampingan Sanctitas itu berkaitan dengan berbagai pembinaan rohani seminaris. Para seminaris diarahkan untuk senantiasa bersatu dengan Tuhan sehingga memiliki iman yang teguh kepada-Nya yang dapat diwujudkan melalui tingkah laku hidup sehari-hari.

Bentuk pembinaan yang diadakan di seminari berkaitan dengan aspek sancititas antara lain, bacaan Kitab Suci, refleksi, ekaristi, doa pribadi, ibadat, latihan koor dan lain-lain.

Hal ini bisa dikembangkan untuk pendidikan kita saat ini. Mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, hendaknya menjadi prioritas utama dalam pendidikan kita.

Namun yang perlu diperhatikan bahwa pembinaan rohani tidak sampai mengarahkan seorang siswa untuk bersifat radikal dan hanya terbuka dengan hal yang sesuai dengan keyakinannya.

Karena itu latihan-latihan rohani yang dikembangkan di seminari diimbangi pula dengan pendidikan religiositas untuk mempelajari dan membuka cakrawala berpikir para seminaris dengan sesama yang beryakinan lain. Dengan mengenal maka kita mencitai. Dan cinta adalah wujud dari iman, karena iman tanpa perbuatan adalah mati.

SANITAS (Kesehatan)

Pendampingan sanitas berkaitan dengan kesehatan jiwa raga seminaris. Hal ini dimaksudkan untuk membantu para siswa merawat kesehatan fisik dan mentalnya, sehingga dapat berkembang maksimal menjadi pribadi yang seimbang dan matang. Pepatah Latin mengatakan Mens Sana in Corpore Sano (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat).

Secara fisik hal praktis yang dilaksanakan untuk mengembangkan aspek ini adalah olahraga secara teratur, rekreasi, kerja tangan (opus). Sedangkan pendewasaan diri dikembangkan melalui bimbingan dan konsultasi pribadi, bimbungan berkaitan dengan karakter dan etiket sopan santun, bimbingan untuk disiplin, tekun, jujur, kreatif, inisiatif, mengelola keuangan pribadi.

Beberapa nilai dari pilar sanitas bisa dikembangkan untuk pendidikan kita. Pendidikan olah raga di sekolah tidak hanya ditujukkan agar siswa mengetahui materi pelajaran tertentu tetapi juga diarahkan agar siswa membiasakan diri untuk hidup sehat dengan cara olahraga secara teratur.

Sosialiasi tentang kesehatan makanan, pergaulan, pendidikan seksualitas, penyakit menular, cara hidup sehat, perlu senantiasa digaungkan. Mengingat, akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa jumlah perokok dari kalangan anak dan remaja (usia sekolah), meningkat. Hal ini bisa menjadi catatan penting untuk perbaikan kualitas pendidikan kita,dari aslpek sanitas.

SCIENTIA (Pengetahuan)

Pendampingan Scientia itu berupa pengembangan terbimbing dalam ilmu pengetahuan, keterampilan, dan organisasi (kepemimpinan); pembiasaan proses berpikir logis dan kritis, pengembangan kebiasaan membaca; pengembangan potensi-potensi diri dalam berbagai keterampilan; penguasaan ilmu dan teknologi.

Hal yang dilakukan di seminari berkaitan dengan aspek scientia adalah, melakukan proses pembelajaran sesuai kurikulum nasional dan kurikulum seminari, jam belajar pribadi, literasi, laporan buku dan diskusi buku, ketrampilan jurnalistik, dan latihan kepemimpinan.

Aspek pengetahuan tidak hanya dikembangakan dengan menerima pelajaran dari guru sesuai dengan materi kurikulum yang diberikan. Diharapkan agar masing-masing satuan pendidikan mengembangkan aspek pengetahuan ini secara kreatif sehingga para peserta didik dapat memperoleh bekal pengetahuan yang baik untuk dikembangkan dalam hidup sehari-hari.

SAPIENTIA (Kebijaksanaan)

Pembinaan Sapientia meliputi arif dan cermat membuat pertimbangan dalam pengambilan keputusan; cerdas membedakan yang baik dan yang tidak baik, pantas dan tidak pantas.

Di seminari, hal ini dikembangkan melalui disiplin terhadap aturan harian, adanya kesempatan untuk refleksi pribadi dalam keheningan (silentium), mengasah hati nurani melalui meditasi, discerment untuk ambil keputusan, dan pengembangan kegiatan rohani.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa ada banyak orang pintar tetapi sedikit saja orang yang bijaksana.

Kita dapat mengamati sendiri dalam hidup harian kita, banyak pejabat yang terjerat kasus korupsi, atasan membunuh bawahan, dan lain-lain. Para pelakunya bukan orang bodoh. Mereka adalah orang pintar. Yang kurang dalam diri mereka adalah tidak bijaksana mengelola hidup atau tidak bijaksana mengatasi persoalan.

Pendidikan kita saat ini perlu diarahkan agar tidak hanya menghasilkan pribadi-pribadi yang pintar, tetapi pribadi-pribadi yang bijaksana.

SOCIALITAS (Kebersamaan/ Solidaritas)

Pembinaan Socialitas berkaitan dengan penumbuh-kembangan respek, solidaritas, kepedulian atau kepekaan, serta tanggungjawab terhadap sesama.

Di seminari, hal ini dilakukan melalui terlibat aktif dalam kegiatan harian, pelayanan dan perhatian pada teman, kegiatan live-in, kunjungan kelurga atau kerabat, kontak sosial dengan orang miskin dan terlantar.

Aspek pembinaan ini dapat dikembangkan dalam pendidikan secara umum. Pendidikan yang selalu mengarahkan prestasi pribadi perlu dikritisi. Alangkah lebih baik mereka diarahkan untuk mengejar prestasi bersama.

Dalam kaca mata yang berbeda, mengejar prestasi pribadi dapat memacu siswa untuk memiliki daya saing, namun ada efek samping yang perlu diantisipasi. Kepedulian teman sebaya yang kurang mampu memahami pelajaran, sikap respek dan solidaritas dalam hidup bersama di masyakat, perhatian pada sesama yang berkekurangan, merupakan nilai-nalai socialitas yang hendaknya dikembangakan dalam pendidikan kita.

Inilah beberapa pilar pendidikan holistik dari peninggalan jejak kolonial yang dikembangkan di seminari-seminari. Semoga dapat menginspirasi kita dalam pengembangan pendidikan kita sehingga dapat mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun