Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu pihak klan penerima wanita, ata lai harus membayar sejumlah belis kepada klan pemberi wanita, ata dua sesudah itu baru dinyatakan perkawinan seluruh prosesnya syah.
Â
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belis adalah sebuah bentuk simbolis penghargaan yang berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami-istri. Itu berarti bahwa belis merupakan tanda pengikat yang mengesahkan persatuan hidup antara suami dan istri.Â
Dalam konteks ini belis dapat juga dipandang sebagai syarat beralihnya keanggotaan suku istri (wanita) ke suku suami (laki-laki). Pembelisan ini tidak dianggap sebagai suatu bentuk komersialisasi atau perdagangan barang atau sebagai jual beli wanita. Namun adalah lebih tinggi dari itu, ialah bahwa belis menjadi sebagai lambang harga diri yang harus lebih diutamakan.
Â
Akan bersambung pada Bagian II: Latar Belakang Sejarah Pembelisan
Â
Daftar Rujukan:
    [1] Siprianus Hormat,"Teologi Moral" (Ms.) (Maumere: STFK Ledalero, 2010), p.3.
    [2] Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nusa Tenggara Timur Â
       (Kupang: Dinas P dan K NTT, 2003), p.57.