Mohon tunggu...
Darwin Raja Unggul Munthe
Darwin Raja Unggul Munthe Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Berpikir seperti orang bodoh sehingga giat untuk selalu belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Imaji Si Ibu

5 Mei 2016   22:01 Diperbarui: 5 Januari 2017   11:12 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Hehhh...., kenapa kau menangis didepanku...? Apa kau merasa aku malu dengan pekerjaan penitipan bayi dan anak ini, apakah kau merasa aku hina dengan menjaga bayi/anak, dengan “mengotori” tanganku membersihkan popok-popok ini, tidak-tidak.....saya senang mengerjakan ini semua?” tegasku padanya.

Sambil terus membenahi peralatan bayi/anak, kataku; “Jangan kau menagis disini, sudah, pergi saja kau bekerja, kerjakan kerjamu,”

“Bagaimana dengan kecukupan kiriman uang kepada anak-anak, apa cukup?” tanya adik ini lagi.

“Dicukup-cukupkanlah..., maka, inipun harus dikerjakan, supaya semua cukup, kan lumayan ada tambahan, kenapa harus malu mengerjakannya, kan tidak mencuri....?” tegas si Ibu.

Siang menjelang sore, si Ibu ini bergegas lagi berangkat ke ladang. Berharap dengan waktu yang masih ada, sepanjang matahari masih bercahaya, waktu bekerja masih ada.

“Lakukan saja pekerjaan-pekerjaan yang ada dihadapan kita, lakukan pula dengan segenap tenaga, semangat dan kerja keras, tentu, pasti akan menambahkan hasil yang diharapkan.”

Kalkulasi anggaran - hitungan matematika – jurnal pembukan “kehidupan” yang si Ibu ini jalani, tak pernah tuntas dengan argumen ekonomi. Tetap tegak dalam ketidak-seimbangan prediksi ekonomi apapun.

“Angka minus (berkekurangan) tidak pernah saya anggap sebagai malapetaka. Yang saya lakukan; mencukupkandan dicukup-cukupkan. Aku hanya menjalani kehidupan dengan bekerja seutuh-utuhnya setiap hari.”

Konsep “mencukup-cukupkan” dan “men-sempat-sempat” bersinergi dan berjalan bersama dalam irama; bekerja-bekerja-bekerja, maka, sedikit demi sedikit beban teratasi.

Semua ini mengitari pikiran si Ibu, menumbuhkan imajinasi kerja, terhindar dari bersandar dan berdiam diri dalam menghadapi realitas kehidupannya.

“Hei...ayo kita pulang, hari sudah mulai gelap”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun