Ketahuilah, aku bercerita begini sekadar untuk berbagi. Itu saja, tidak lebih. Toh aku yakin, Minggu dan Senin juga sangat berterima kasih dan merasa beruntung karena sudah diberi kesempatan untuk bekerja di sana. Perkara beban kerja yang terlampau berat, kukira itu merupakan persoalan lain. Yang jelas, anak dan istri mereka bisa makan tiap hari karenanya. Itu lebih penting bagi mereka berdua.
Selain itu, aku bercerita begini juga karena tuntutan. Tulisan ini nanti akan kukirim pada sebuah grup WA bernama Dakwah Cinta. Di sana aku harus mengirim tulisan setiap hari. Tanpa libur, kecuali kalau badan dalam kondisi sakit. Cuma itu.
****
Sabtu, 30 Desember 2017
Kalau bukan karena demi ingin mengetahui sebab mengapa Senin dan Minggu belakangan ini rajin lari pagi, barangkali aku pagi tadi tidak akan turut lari bersama mereka. Kalau bukan karena aku sudah telanjur bercerita padamu tentang mereka, barangkali pagi tadi aku masyuk bekerja dan kemudian baru tidur pada pukul 6 paginya.
Semenjak hidup di kota, aku berubah menjadi orang yang payah dalam berolah raga. Tidak seperti waktu hidup di kampung dulu, yang pekerjaan sehari-hariku memerlukan tenaga lebih sehingga setiap hari secara langsung aku juga berolah raga.
Di kota ini, aktivitas fisikku sangat kurang. Ditambah lagi aku terlampau sering bergadang, dan tentu saja kopi dan rokok selalu menemani. Terkadang bahkan diselingi oleh bir dan beberapa minuman suplemen. Pagi hari aku baru tidur, bangun pada siang hari dan kemudian berangkat ke kantor menjelang jam istirahat siang. Begitu terus setiap hari, bahkan kadang kalau pekerjaanku sedang menumpuk, pagi sampai siang aku tidak tidur. Melainkan melembur pekerjaan.
Tadi sebelum berangkat lari pagi, aku menyempatkan diri bertelanjang di depan cermin. Kuamati tubuhku secara lebih detail dan lama. Aku baru sadar, ternyata tubuhku terlihat begitu ringkih dan kurus. Seperti badan yang tak pernah diurus. Seketika itu niatku sedikit berubah, tak hanya ingin tahu alasan kedua temanku jadi rajin berolah raga, tapi juga karena aku pun sepertinya memang butuh olah raga.
Pukul 05.00, kami bertiga akhirnya berangkat.
"Tahun baru ada rencana ke mana, Dab?" Minggu bertanya padaku yang sudah kesulitan mengatur napas walau kami baru berlari beberapa ratus meter saja. Sepertinya aku terlalu bersemangat.
"Tidak ke mana-mana. Di rumah saja." Jawabku sambil terangah-engah.