Mohon tunggu...
Darul Azis
Darul Azis Mohon Tunggu... Administrasi - Wirausahawan

Wirausahawan yang terkadang menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pemberontakan Puisi dan Matinya Koran di Kota Kami

22 Desember 2017   15:23 Diperbarui: 22 Desember 2017   15:28 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberontakan Puisi dan Matinya Koran di Kota Kami

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.50. Sementara aku masih duduk mematung di depan layar monitor komputerku. Tak ada satu kata pun mampu kutulis. Sepertinya ini hari yang buruk dalam sejarah kepenyairanku.

Tadi pagi, seorang kawan yang bekerja sebagai redaktur sebuah koran lokal meminta aku mengirimkan puisi padanya untuk diterbitkan pada hari Minggu. Aku langsung menyetujuinya karena kupikir aku bisa dan masih punya stok puisi lama yang memang belum pernah kukirimkan ke media massa.

Tapi siang tadi, ketika kulihat dan kubaca lagi, puisi-puisiku memberontak. Mereka tak bersedia kuutus ke media massa biar bisa terbaca oleh ribuan pasang mata. Mereka bilang masih ingin bertapa lebih lama. Kata mereka lagi, orang-orang sekarang sudah malas membaca puisi di koran.

Sudah pukul 00.01 dan aku belum juga menemukan kata untuk kurangkai menjadi puisi.

Hape pintarku berbunyi. Ada pesan WhatsApp masuk. Ternyata dari kawan redaktur yang tadi pagi memesan puisi.

"Puisinya nggak jadi ya. Koran kami sudah mati jam 11.59 tadi."

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 00.15 dan aku belum memutuskan harus bahagia atau berduka.

(2017)

Jumat

Kau tak pernah berlaku khianat; selalu datang dengan suasana khidmat dan penuh berkat.

Sejak semalam, kau telah disambut dengan riang dan gembira. Diiringi bacaan salawat dan kisah tentang para pemuda yang dilindungi Tuhannya.

Pagi tadi, kutemukan senyummu dalam bening embun yang berterbangan dan menempel pada hijau daun-daun.

Dan siang ini, kutemukan indahmu pada wajah para lelaki yang bersih-berseri-seri dan pada senyum ceria anak-anak setelah memasukkan infaq ke kotak amal yang berjalan menghampirinya.

(2017)

Ujian Dalam Secangkir Kopi

Sambil terus mencoba menulis puisi, aku menyesap kopi yang baru saja kubikin.

"Duh Gusti, siang ini kopi terasa nikmat sekali." Batinku mensyukuri rasa kopi.

Tak lama kemudian, suara azan salat Jumat berkumandang, memanggilku untuk segera datang.

Sejenak aku masih hanyut dalam rasa kopi. Tapi semakin lama suara azan terdengar semakin menjadi-jadi, saling susul dan bersahutan. Seolah tahu kalau pendengaranku terkadang membandel dan sering mencoba mengabaikan.

"Tidak Jumatan sekali-kali kan tak mengapa. Menikmati kopi siang-siang begini pasti akan membuatmu banyak menghasilkan puisi-puisi." kata kopi membujukku.

Aku nyengir kuda.

"Iya juga ya," kataku dalam batin seraya menyesapnya lagi.

"Duh Gusti, siang ini kopi terasa nikmat sekali." sekali lagi aku membatin mensyukuri rasa kopi. Kali ini sambil memejamkan mata.

"Kau ini bagaimana? Sama-sama hamba tapi malah mau menjerumuskanku." Kataku tiba-tiba, membantah bujukannya.

Kopiku menguarkan asap dan aromanya. Cantik sekali.

"Santai saja. Tuhan Maha Mengerti. Menikmati kopi dengan penuh rasa syukur setara dengan duduk di masjid sambil bertafakur." bujuk kopi lagi.

Aku tak membantah. Percuma berdebat dengannya. Kesadaranku berkata, ia sedang berilusi karena kebanyakan minum kopi.

Suasana pun menjadi hening. Sementara di luar sana suara azan sudah mereda.

Dalam keheningan itulah kemudian aku teringat sesuatu. Kupandang kopi sekali lagi. Kali ini ia tersenyum. Manis sekali.

Lalu aku segera berganti baju, mengenakan sarung, dan memakai peci. Kemudian bergegas ke masjid, menyusul kopi yang ternyata sudah berangkat dari tadi.

(2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun