Mohon tunggu...
Darul Azis
Darul Azis Mohon Tunggu... Administrasi - Wirausahawan

Wirausahawan yang terkadang menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saatnya Beralih ke Listrik Prabayar dan Kontrol Sendiri Penggunaan Listrikmu

19 April 2016   08:17 Diperbarui: 19 April 2016   09:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="Listrik pintar/pln.co.id"][Ayo beralih ke layanan listrik prabayar]

 

Prolog; Sebuah Pengalaman Komunal

Sekira 8 tahun yang lalu, saat jaringan listrik PLN akan masuk ke kampung saya di Lampung, kami menyambutnya dengan hati gembira. Ini lantaran sudah begitu lama kami menantikannya, dengan kondisi kampung sebelah yang jaraknya cuma 2 kilometer sudah teraliri jaringan listrik. Anda bisa membayangkan, betapa ngilernya kami ketika melihat rumah tetangga kampung sudah terang benderang sementara kami masih berjibaku dengan kegelapan.

Saat itu, -meski kami nyaris tak pernah mendengar motto PLNListrik untuk kehidupan yang lebih baik”- kami sangat yakin bahwa masuknya jaringan listrik ke kampung kami akan membuat hidup kami menjadi lebih baik. Minimal saat makan malam kami sudah diterangi cahaya listrik, sehingga tidak ada makanan yang sampai salah masuk ke hidung.

Namun kemudian, begitu jaringan listrik sudah terpasang, hasrat untuk memenuhi keinginan yang lain pun muncul. Beramai-ramai kami mulai membeli tivi dan parabola; kipas angin; kulkas; setrika; mesin pompa air; penanak nasi; sound sistem; senter; dan perangkat elektronik yang kesemuanya menggunakan energi listrik. Baik secara tunai maupun kredit, karena tentu kemampuan keuangan kami tetaplah berbeda-beda. Pendeknya, kami benar-benar bereuforia di antara gelimang cahaya.

Sampai akhirnya keefouriaan kami berimbas pada tingginya tagihan listrik, ada yang sampai di atas dua ratus ribu rupiah kala itu. Mula-mulanya, besarnya tagihan belum terlalu kami rasakan. Karena biar bagaimanapun kami sudah menantikannya sejak lama, dan inilah saatnya untuk menikmati buah manis dari penantian panjang kami. Pikir kami waktu itu. Saat itu kami nyaris mirip dengan masyarakat perkotaan kelas menengah ke atas kebanyakan, yang menghabiskan banyak energi listrik  demi memenuhi kebutuhan (atau kemanjaan?) sehari-hari. Perkara tagihan itu lain soal, karena toh kami mampu membayarnya. Kebetulan memang saat itu harga getah karet, sumber penghasilan andalah kami, masih cukup mahal.

Saya sempat mengira, euforia tersebut hanya untuk beberapa waktu saja, 2 sampai tiga bulanlah paling lama. Tapi ternyata berbeda adanya, kami terus-menerus demikian sampai dalam hitungan bulan bahkan tahun. Seakan sudah membudaya dan sulit sekali untuk mengubahnya. 

Listrik untuk kehidupan yang lebih baik,  tapi yang bagaimana?

Fenomena tersebut perlahan membuat saya tersadar, bahwa sebenarnya kami ini belum siap dengan masuknya jaringan listrik. Pemaknaan kami atas kehidupan yang lebih baik setelah adanya listrik dari PLN, ternyata baru sebatas soal pemuasan hasrat konsumsi terhadap energi listrik.

Lantas kemudian muncul pertanyaan dalam benak saya, listrik yang bagaimanakah yang bisa membuat kehidupan menjadi lebih baik? Apakah hidup yang lebih baik ‘hanya’ dimaknai sebagai bisa nonton tivi, tidak gelap-gelapan lagi, serta membuat semua urusan menjadi lebih mudah?

Menjadi tidak ketinggalan informasi, terang benderang, dan aktivitas bisa lebih mudah dan cepat, itu memang iya. Namun apakah benar kehidupan yang lebih baik setelah adanya listrik --sebagaimana yang menjadi motto PLN-- hanyalah soal itu?

Pertanyaan demi pertanyaan hadir mengusik batin saya. Hingga kemudian seiring turunnya harga getah karet, saya mulai menemukan jawabannya. Bersamaan dengan mulai terasa beratnya membayar tagihan listrik dan munculnya syak wasangka kepada petugas pencatat kwh meter (demikian kami menyebutnya) dengan tuduhan  tidak benar-benar teliti dalam mencatat. Kami pun kemudian mulai membandingkan besaran tagihan satu sama lain yang memang sangat berbeda dan cenderung terkesan kurang adil, sehingga semakin menambah prasangka kepada PLN, melalui petugas pencatat kwh meter tadi. Keluhan demi keluhan juga selalu bermunculan di setiap bulannya, saat masa bayar tagihan tiba. Kami menjadi gelisah dan tak tenang karenanya. Duh.

Hemat energi perlu sebuah sistem

Apa yang terjadi di kampung saya adalah bukti bahwa ternyata perilaku hemat listrik itu sangat dipengaruhi oleh mentalitas dan kesadaran konsumen. Tapi selain itu,  masih ada hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan, yakni adanya suatu sistem yang menyertainya. Ketiga hal tersebut bisa dirumuskan menjadi :  Hemat Energi = Mentalitas  + Kesadaran + Sistem

Saat listrik pertama kali masuk di kampung kami, PLN baru saja meluncurkan layanan listrik prabayar yang diujicobakan di Bandung[1]. Dan saat itu, kami belum mendapatkan sosialisasi tentang layanan tersebut sehingga satu-satunya layanan listrik yang kami nikmati adalah listrik pascabayar.

Artinya, kami bisa berfoya-foya terlebih dahulu, baru kemudian membayar. Kami seperti sedang dihutangi energi listrik yang berlimpah setiap harinya. Bagi Anda yang pernah punya kartu kredit, pasti merasakan betapa tidak terkontrolnya penggunaan kartu kredit yang berakibat pada membengkaknya tagihan. Contoh lain adalah ketika Anda berhutang, pasti merasakan betapa cepatnya uang hasil berhutang tadi habis, bahkan cenderung akan terasa kurang dan kurang lagi. Dan kemudian terasa berat sekali untuk membayarnya.  

Itulah yang kami rasakan dulu.

Itukah kehidupan yang lebih baik yang dimaksud? Tentu bukan. Dan saya rasa, terlepas dari itu semua, ada satu harapan besar dari PLN sebagai penyedia energi listrik di negeri ini, yaitu kita bisa menjadi konsumen yang bijak dalam mengelola energi yang ada saat ini. PLN tentu tak pernah berharap hidup kami menjadi gusar oleh karena memikirkan tagihan listrik yang membengkak setiap bulannya; menjadi manusia yang boros energi; kehilangan rasa empati terhadap mereka yang rumahnya belum teraliri listrik; dan abai terhadap masa depan energi untuk anak cucu yang sama-sama berhak atasnya.

Dan itu bisa kita lihat melalui sebuah inovasinya yakni listrik pintar (prabayar)

Listrik pintar (prabayar), sistem pengontrol konsumsi energi listrik

Untunglah kemudian pada awal tahun 2012, melalui perantara tokoh masyarakat dan pemerintah kampung, kami mulai diperkenalkan dengan listrik pintar atau yang lebih dikenal listrik prabayar. Layanan listrik prabayar ini, bisa diilustrasikan sebagai sebuah tabungan. Anda yang punya simpanan tabungan, pasti pernah merasakan betapa sangat berhati-hatinya Anda dalam mengelola uang tersebut. Kalau tidak butuh-butuh amat, tidak akan mungkin digunakan. Uang tabungan ibarat senjata pamungkas; hanya dikeluarkan saat dalam keadaan mendesak. Begitulah listrik prabayar ini, kata mereka selalu saat memberikan sosialisasi kepada kami.

Hingga perlahan namun pasti, satu per satu dari kami tergerak untuk bermigrasi ke layanan listrik prabayar. Kemudian seiring dengan testimoni-testimoni yang tersebar dari mulut ke telinga, migrasi pelanggan ke layanan listrik prabayar pun semakin banyak jumlahnya. Saat itu alasan kami sangat sederhana, dengan layanan listrik prabayar  yang diilustrasikan seperti tabungan tadi, kami jadi bisa merencanakan, mengelola, dan mengevaluasi kebutuhan listrik setiap bulannya secara mandiri. Artinya, kami berubah menjadi sosok manajer untuk konsumsi listrik di rumah masing-masing dengan meter prabayar sebagai asistennya, yang siap mengingatkan waktu pengisian pulsa. Dengan layanan listrik prabayar, kami merasa pembayaran ‘tagihan’ listrik menjadi lebih ringan, karena bisa ‘dicicil’; pembelian pulsa bisa disesuaikan dengan anggaran atau kondisi keuangan.

Bagaimana soal pembelian token? Saat itu nyaris tak ada kendala karena masing-masing ketua RT menjadi  agen token pulsa PLN. Melihat adanya peluang usaha baru, konter-konter pulsa pun juga mulai menyediakan token PLN.

Kini, sebagian besar masyarakat di kampung saya sudah menggunakan listrik prabayar sambil terus berusaha untuk berhemat listrik. Karena keterbatasan (baca : pembatasan anggaran listrik yang mereka lakukan) mereka jadi rajin mematikan lampu jika tidak perlu, menggunakan lampu yang lebih hemat energi, serta meminimalisir penggunaan energi listrik seefisien mungkin.

Oh iya.. ngomong-ngomong PLN punya program kampung hemat energi nggak ya? Kalau sekiranya belum ada, boleh dong segera diprogramkan. Tapi kalau memang sudah ada, saya mau mendaftarkan kampung saya. Hehe

 

Epilog; Sebuah Renungan dan Ajakan

Perkara hemat listrik, sebenarnya bukan hanya demi kepentingan kita sendiri di masa kini. Tetapi lebih dari itu, juga soal pemenuhan kebutuhan masa depan anak cucu kita kelak, sebab energi yang ada sekarang dengan jumlah yang terbatas itu tak lain adalah titipan mereka.

             

Berbicara konsumsi energi listrik juga bukan hanya berbicara soal mampu membayar atau tidaknya, tetapi lebih dari itu, pola konsumsi listrik akan mencerminan karakter kita yang sebenarnya. Pandai mengelola uangkah? Peduli lingkungankah? Gemar berhematkah? Atau manjakah? Semua itu bisa terlihat dari bagaimana pola konsumsi listrik kita.  

              

PLN sudah membuka jalan soal itu, dengan memberikan produk layanan yang diharapkan mampu menghemat tagihan dan konsumsi listrik kita, yakni listrik pintar (prabayar). Maka sekarang tinggal bagaimana perilaku konsumsi kita terhadap listrik bisa semakin membaik--tentu setelah bermigrasi ke layanan listrik prabayar ini.

Karena Listrik Pintar (prabayar) adalah sebuah sistem yang akan membantu kita untuk lebih disiplin, berhemat, dan ramah lingkungan. Listri prabayar berkaitan dengan penganggaran (budgeting). Listrik prabayar adalah upaya swakelola energi listrik sehingga kita menjadi pelanggan yang mandiri dan hemat energi. Sehingga sudah selayaknya bisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Saya rasa, barangkali itulah makna sejati tentang kehidupan yang lebih baik. Ia lebih terlihat sebagai perubahan perilaku dan sikap, bukan melulu hanya dimaknai sebagai perubahan kondisi; dari gelap ke terang, dari manual ke elektrik, dan sulit menjadi mudah.

Oh iya, sampai sejauh ini, PLN terus berupaya untuk mengajak para pelanggannya agar beralih ke layanan prabayar. Jika pada tahun 2012 pelanggan listrik prabayar di Indonesia mencapai 5 juta dan sampai Agustus 2015 PLN jumlah pelanggan listrik prabayar sudah mencapai angka 20,64 juta dari jumlah total 59,99 juta pelanggan[2], ini menandakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan listrik prabayar ini meningkat dengan sangat cepat. Dengan demikian, bukan tidak mungkin, pada 2016 ini jumlah pelanggan listrik prabayar di Indonesia sudah mampu menyaingi jumlah pelanggan listrik prabayar yang per Agustus 2015 lalu berjumlah 39,03 juta pelanggan.

Meningkatnya kepercayaan pelanggan terhadap layanan listrik pintar (prabayar), selain karena manfaatnya yang bisa langsung dirasakan para pelanggannya,  tentu tak lepas dari upaya serius PLN dalam memasyarakatkan layanan tersebut, baik kepada konsumen rumah tangga, industri, perusahaan maupun instansi pemerintahan.

Jika upaya tersebut mendapatkan dukungan dari banyak pihak, termasuk Kompasioner dan netizen seperti saya, saya yakin cita-cita PLN untuk menerangi nusantara dapat segera terwujud. Seiring dengan semakin berkurangnya beban PLN atas urusan pencatatan manual, tunggakan, dan putus-sambung saluran. Seiring dengan semakin fokusnya PLN dalam memeratakan kebutuhan listrik di nusantara; melalui pembangunan pembangkit listrik dengan berbagai sumber energi seperti uap, gas, gas dan uap, dan energi terbarukan seperti air, surya, bayu (angin), dan panas bumi.

Barangkali ini jugalah kehidupan (masyarakat Indonesia) yang lebih baik sebagaimana disemboyankan PLN; yakni semakin meratanya persebaran energi listrik ke seluruh penjuru nusantara.  Semoga. 

 

1.      Lihat berita Kompas,Antara, dan Kementerian ESDM

2.      Lihat berita CNN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun