Filsafat sökhi mate moroi aila ("lebih baik mati daripada hidup dalam malu") telah lama menjadi panduan hidup bagi masyarakat Nias. Filosofi ini berakar pada nilai-nilai adat yang sangat mengutamakan kehormatan pribadi, keluarga, dan komunitas. Dalam konteks sosial Nias, menjaga kehormatan adalah hal yang sangat penting, dan kehilangan kehormatan dipandang sebagai keadaan yang lebih buruk daripada kematian itu sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan dalam bidang pendidikan, globalisasi, serta perubahan struktur sosial yang semakin dipengaruhi oleh sistem negara dan agama, banyak nilai-nilai tradisional, termasuk filsafat sökhi mate moroi aila, menghadapi tantangan besar. Oleh karena itu, penting untuk mencari cara agar filosofi ini tetap relevan dan kontekstual dalam kehidupan masyarakat Nias kontemporer, tanpa kehilangan esensinya.
1. Kontekstualisasi Melalui Pendidikan dan Penyuluhan
Salah satu cara untuk melakukan kontekstualisasi terhadap filsafat sökhi mate moroi aila adalah melalui pendidikan. Pendidikan formal yang berkembang pesat dalam masyarakat Nias harus dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai tradisional yang bersifat kolektif, seperti kehormatan dan martabat, namun dalam kerangka yang lebih terbuka dan fleksibel terhadap perubahan zaman. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan keterampilan teknis dan pengetahuan akademik, tetapi juga sebagai wadah untuk menanamkan pemahaman tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pencapaian pribadi dan kehormatan sosial.
Upaya kontekstualisasi pendidikan dapat dilakukan dengan cara menyusun kurikulum yang memasukkan nilai-nilai budaya lokal, termasuk filsafat sökhi mate moroi aila, dalam konteks yang lebih relevan dengan situasi masyarakat modern. Misalnya, sekolah-sekolah di Nias dapat mengajarkan pentingnya menjaga kehormatan dan martabat diri, namun dengan penekanan bahwa penghormatan tersebut tidak harus mengorbankan kebahagiaan atau kesejahteraan pribadi. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada generasi muda bahwa menjaga martabat tidak berarti harus terjebak dalam tekanan sosial yang membatasi kebebasan individu.
2. Integrasi Nilai-Nilai Tradisional dengan Ajaran Agama
Kontekstualisasi filsafat sökhi mate moroi aila juga dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dalam ajaran agama yang ada di Nias, khususnya dalam ajaran Kristen yang dominan. Gereja-gereja di Nias memiliki peran penting dalam membentuk pandangan moral dan etika masyarakat. Dalam banyak kasus, ajaran agama tentang kasih, pengampunan, dan penerimaan dapat berfungsi sebagai penyeimbang bagi norma sosial yang ketat dalam masyarakat tradisional.
Upaya kontekstualisasi agama dalam hal ini adalah dengan mengajarkan bahwa kehormatan tidak hanya terbatas pada aspek duniawi, tetapi juga mencakup nilai-nilai spiritual. Konsep tentang sökhi mate moroi aila dapat dipadukan dengan ajaran-ajaran agama yang lebih inklusif dan penuh kasih, seperti bagaimana seseorang dapat menjaga martabat diri tanpa terjebak dalam rasa malu yang berlebihan atau dalam tekanan sosial yang merusak. Gereja dapat berperan dalam memberikan penekanan bahwa kehormatan sejati bukan hanya terkait dengan status sosial, tetapi juga dengan kehidupan yang berlandaskan pada kasih dan pengampunan yang diajarkan dalam agama.
3. Penyelarasan dengan Realitas Sosial dan Ekonomi Terkini
Seiring dengan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi, masyarakat Nias kini menghadapi tantangan besar untuk bertahan dalam dinamika global yang semakin terhubung. Fenomena seperti globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan pola ekonomi memberi dampak besar terhadap kehidupan sosial dan budaya mereka. Oleh karena itu, kontekstualisasi filsafat ini harus mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi yang ada. Masyarakat Nias perlu memahami bahwa kehormatan bukan lagi hanya diukur dari aspek fisik atau materi, tetapi juga dari kualitas hidup yang lebih seimbang.
Misalnya, dalam masyarakat Nias yang kini lebih terhubung dengan dunia luar, pencapaian pribadi, seperti meraih kesuksesan dalam karier atau bidang profesional, harus dipandang sebagai bagian dari penghormatan terhadap diri sendiri. Di sisi lain, pemahaman tentang kehormatan juga harus mencakup kepedulian terhadap kesejahteraan komunitas dan lingkungan. Dengan kata lain, menghormati diri sendiri dan keluarga bisa dilakukan dengan berkontribusi pada masyarakat melalui pekerjaan yang bermanfaat, bukan sekadar mengejar harta atau status sosial.
Kontekstualisasi sosial-ekonomi juga bisa mengajak masyarakat Nias untuk melihat bahwa kekayaan dan status sosial, meskipun penting dalam budaya mereka, bukan satu-satunya tolok ukur kehormatan. Kehormatan dapat pula tercapai melalui partisipasi dalam kegiatan sosial, kerja keras untuk menciptakan lapangan pekerjaan, serta berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan generasi muda. Peningkatan kualitas hidup yang berbasis pada solidaritas sosial dan perhatian terhadap sesama juga bisa menjadi bagian dari pemeliharaan kehormatan dalam kehidupan modern.