X: “Gak, gak koq, sedang mencoba memahami. Ok, itu kan dari aturan negara dan secara logisnya. Gimana kalau dari agama?”
Y: “Agama? Waduh saya bukan ustadz.”
X: “Yang Anda tahu saja lah gimana kalau dari segi agamanya. Jelaskan saja lah yang gampang.”
Y: “ OK OK. Karena bukan ustadz dan tidak pernah belajar agama secara detail, saya ngutip artikel di www.rumahfiqih.com saja ya tulisannya Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA.”
Kurang lebih ada kisah saat masa Rosulullah SAW menugaskan salah seorang sahabatnya (sebutlah sahabat A) menarik zakat dari sahabat yang diwajibkan membayar zakat (sahabat B). Saat bayar zakat, selain menyerahkan uang zakatnya ke sahabat A, sahabat B pun memberi uang tambahan ucapan terima kasih kepada sabahat A. Sahabat A lalu menemui Rosulullah SAW dan menyampaikan hal pemberian uang tambahan sahabat B di luar uang zakatnya. Saat itulah Rosulullah SAW keberatan atas kejadian tersebut. Lebih detailnya silakan buka saja di http://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1570-hadits-pejabat-yang-menerima-hadiah.html.
X: “Oalah, jadi tidak boleh juga?”
Y: “Ya begitu.”
X: “Terus, kenapa masih banyak yang terima gratifikasi ya?”
Y: “Emang masih banyak? Tahu dari mana?”
X: “Nebak-nebak aja sih, sepertinya masih banyak minimal sepertinya masih ada lah. Padahal beberapa kuli pemerintah itu sudah ada yang besar loh take home pay resminya. Besar itu mungkin relatif ya, tapi minimal cukup untuk hidup layak atau minimal sederhana lah, bahkan bisa jadi berlebih.”
Kemungkinan gini jawabannya. Meski sebagian ada yang sudah take home pay resminya (penghasilan) besar, tapi beberapa faktor bisa jadi penyebab masih adanya gratifikasi yang diterima:
- Tuntutan lifestyle;
- Terpengaruh lingkungan sekitar;
- Kurangnya teladan pimpinan;
- Tuntutan lingkungan kerja; dan/atau
- Belum adanya kesadaran individu.