“Kenapa kita melakukan ini? Memangnya, Mas, yakin kalau arwah ibu dan Kak Muti bakal kembali?” tanya Dinah sambil memeluk pinggang Rama.
“Nggak yakin, sih. Tapi kalau kamu nggak mau, tahun besok nggak usah pake acara begini lagi.” Rama meletakkan bingkai foto itu di belakang lilin.
“Aku masih merasa bersalah, Mas. Kalau Kak Muti tidak memaafkanku karena sekarang aku menggantikan posisinya menjadi istrimu, Mas.” Dinah mengambil sebuah bingkai foto, kemudian memeluknya di dada.
“Dia pasti baik-baik saja. Bagaimanapun, kita tidak berselingkuh, kan. Ini semua terjadi setelah kecelakaan itu.”
Rama dan Dinah berpelukan. Di depanku dan ibu. Aku menyaksikan adikku memeluk suamiku sendiri. Tapi ternyata suamiku itu sudah menjadi suaminya. Aku mendengar mereka sepakat untuk tidak melakukan hal seperti ini lagi. Menyediakan jalan untuk arwah kembali. Sekelebat ingatan tentang kecelakaan yang membuatku dan ibu tewas sepulang dari pantai merasuki benakku. Tahun depan aku tidak akan berada di sini lagi. Mereka meniup lilin. Aku hanya bisa berharap yang terbaik untuk Rama dan Dinah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H