"Menikmati sampai jadi pera .... Hih, amit-amit jabang demit!"
"Ngomong pakai spion, doa yang baik-baik."
"Bener tuh, Mak. Mana jones masih dibully emak sendiri pula. Kasihan bener nasibku," celoteh Juleha sambil cekikikan.
Juleha dan bapak kompak terbahak ketika emak memonyongkan bibirnya.Â
Sebenarnya, Juleha tidak terlalu ambil pusing dengan perkataan emak. Usianya masih muda, belum mencapai angka perunggu untuk dikatakan perawan kasep. Namun, dia memahami kepanikan emak karena gadis-gadis di kampung ini rata-rata sudah berumah tangga.
Kehebohan emak makin menjadi manakala mendengar kabar pernikahan Wika sudah dekat. Bahkan, beberapa tetangga seakan mengompori emak agar lebih getol mempromosikan anak semata wayangnya.
"Jangan lebih dari angka 25, Yu Pinah. Pokoknya Juleha segera carikan jodoh."
"Lah, menurutku umur 23 juga sudah ketuaan. Si Feli aja umur segitu anaknya udah mau dua."
"Aku aja cucunya mau enam, Yu. Masa kamu satu aja belum sih."
Kalau mengutuk tidak sekadar fantasi, Juleha sudah membuat tiga tetangganya jadi tokek. Lumayanlah, harga jual tiga ekor tokek gemoi bisa tembus ratusan dolar.Â
Sayangnya, emak mudah sekali terprovokasi. Pendiriannya sangat labil hingga kerap kali jadi korban adu domba.