Seperti biasa, Sri Panggung diantar oleh tim orkes dangdut ke tempat kost. Di dalam mobil, dia menyantap jatah nasi dus hingga tandas. Tidak lama kemudian, dia merasa panas di area perut bagian bawah. Panas dan nyeri menjalar hingga ke dada, bahkan tenggorokannya pun seperti tercekik. Dia dalam kondisi sekarat ketika tubuhnya dilempar oleh sopir ke semak-semak. Dia pun masih bisa mendengar percakapan antara sopir dan seseorang yang dipanggil dengan sebutan Bos Rus.
"Lama sekali kamu datang! Habis tubuhku dimakan nyamuk hutan!"
"Reaksi racun itu lelet, Bos Rus."
"Pastikan dia sudah koit, Broh!"
"Aman, Bos. Napasnya sudah putus."
"Aku akan transfer lagi begitu asuransi kematian cair. Ayo, lekas pergi dari sini!"
Meski masih limbung, Sri Panggung berusaha bangkit dari semak belukar. Dia berteriak kepada siapa pun yang melintas di jalanan, tetapi usahanya sia-sia.Â
"Maaf, Dik. Jalan menuju Waru Doyong lewat mana, ya?"
Beberapa remaja yang ditemuinya di pos ronda justru lari tunggang-langgang sambil menjerit ketakutan.
Sri Panggung terus menyusuri jalan yang terasa gelap sepanjang waktu. Sekali waktu, dia berpapasan dengan orang yang bereaksi sama. Orang itu akan berlari sambil berteriak tidak jelas.Â
***