Mohon tunggu...
Danu Supriyati
Danu Supriyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis pernah menempuh pendidikan jurusan Fisika. Dia menerbitkan buku solo Pesona Fisika, Gus Ghufron, Dongeng Semua Tentang Didu, Pantun Slenco, dan antologi baik puisi maupun cerpen. Semoga tulisannya dapat bermanfaat bagi pembaca. Jejak tulisannya dapat dibaca di https://linktr.ee/danusupriyati07

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sri Panggung

13 Februari 2024   14:25 Diperbarui: 13 Februari 2024   14:31 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang bisa mencegah kepergian Rusli, termasuk simbok. Keluarga dari kedua belah pihak sudah mencoba mediasi, tetapi hasilnya nihil. Pernikahan mereka pun berakhir secara agama, sedangkan secara hukum akan diurus setelah kelahiran si bayi.

Belum kelar masalah dengan Rusli, Sri Panggung harus berhadapan dengan gunjingan para tetangga saat awal-awal kepergian sang suami.

"Aku gak ngira kalau Sri ternyata gampangan."

"Lah, namanya juga bekerja dunia hiburan. Kalau nggak kuat iman ya mau-mau aja apalagi Rusli cuman nganggur. Hidup perlu uang, Yu."

"Lah ... dari dulu Sri kan udah paham kondisi suaminya. Meski pengangguran tetep punya harga diri."

"Iya, dasar Sri aja yang lower!"

"Kira-kira, siapa yang menabur benih di perutnya Sri?"

Saat itu, simbok hanya menyuruh Sri Panggung untuk diam. Akan tetapu, bagaimana hatinya bisa tenang? Para tetangga merumpi tepat di samping rumah yang kebetulan sebagai tempat mangkal tukang sayur keliling. Bukannya memelankan suara, mereka justru sengaja berbicara keras seolah ingin sang tuan rumah mendengar segala macam penghakiman sepihak.

Usia kehamilan Sri Panggung sudah memasuki minggu ke dua puluh empat. Dia tetap bekerja dari panggung ke panggung demi masa depan anaknya. Dia tidak pernah menyesali jalan hidupnya meskipun perjuangan semakin berat. 

Suara Sri Panggung sukses membuat penonton heboh. Goyangan demi goyangan menghasilkan saweran yang jumlahnya bombastis. Penyawer--yang kebanyakan para lelaki-- seolah tersihir hingga lupa bahwa api di dapur mereka sudah padam, sementara dompet melompong. 

"Kita nggak bakal bisa berkembang kalau Sri Panggung selalu tampil dominan." Vita mengepulkan asap rokoknya. "Padahal ... dia lagi bunting kok tetep dikasih job lebih lama dibanding kita, Is."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun