"Terima kasih, Zan. Hati-hati, ya. Pemudik mulai ramai, jalan mulai padat. Sepedaan lewat pinggir saja, loh."
"Nggih, Bu."
Seperti biasanya, Rozan pasti mencium tangan Bu Barkah setiap datang dan pulang. Sang juragan jadi terharu pada sikap santun lelaki remaja tanggung tersebut.
Sementara di rumah, Niko dengan cueknya makan dengan lauk hasil dari merebut paksa tadi.
"Astaghfirullah, Ko. Sampai kapan kamu akan seperti ini? Nggak mau puasa, ogah salat, malas ngaji. Mbok kamu kayak Rozan yang...,"
"Sssst! Rozan lagi! Rozan lagi! Di sini yang anak kandungnya ibu siapa, sih?"
"Dia itu sepupumu tapi lebih menghormati ibu!"
"Bagus, dong! Sukses benar jadi penjilat, tuh, anak kudet!"
Wanita setengah baya tersebut akan melayangkan tamparan tapi segera dicegah oleh Rozan. Niko tersenyum sinis lalu meludah persis di wajah Rozan. Setelah itu, dia keluar rumah sambil membanting pintu.
"Sabar, Bik."
"Apa dosa dan salah bibi, ya, Zan? Sampai sepupumu itu bandel nggak ketulungan?"