Awal masuk SMP, dia pun menawarkan tenaganya  ke warung Bu Barkah. Beruntungnya, pemilik warung menerima dengan senang hati.
"Yang penting kamu tetap harus mengutamakan belajar, Zan. Saya tidak mau zalim sama kamu." Kata Bu Barkah waktu itu.
"Insyaallah, Bu. Terima kasih sebelumnya."
Binar kebahagiaan terpancar dari wajah Rozan. Dia tidak henti-hentinya mengucap syukur pada Allah karena telah dimudahkan untuk sekadar meringankan beban sang bibi.
"Zan, bibi masih mampu membiayai hidup kita bertiga. Bibi hanya ingin kalian sekolah yang benar terus punya masa depan yang bagus."
"Aku akan berusaha bagi waktu, Bik. Lagian aku di sana juga cuma sampai sore. Kerjaanku juga ringan, la wong cuma bersihin meja sama cuci piring tok, kok."
"Apa kamu nggak betah di rumah karena sering dijahilin sama Niko?"
"Nggaklah, aku cuma ingin belajar mandiri. Ridai aku ya, Bik."
Akhirnya luluh juga hati sang bibi. Kini, sudah hampir tiga tahun, Rozan bekerja di warung makan kelas menengah ke bawah itu. Dia pun mampu membuktikan bahwa belajarnya juga tidak terganggu.
Ketika ramadan tiba, warung Bu Barkah justru buka 24 jam. Namun Rozan tetap diberi porsi kerja seperti hari biasa yaitu sepulang sekolah hingga menjelang magrib.
"Bu, semuanya sudah bersih. Pamit dulu, nggih."