Apa yang terjadi di Jakarta bisa terjadi di daerah lain. Akal bulus politikus untuk mengeliminasi lawan tanpa bertanding berpotensi terjadi di banyak daerah. Ini menjadi alarm jika proses demokrasi tidak sehat.Â
Putusan MK
Menjamurnya fenomena kotak kosong tak lepas dari threshold yang berlaku di pilkada. Untuk bisa mengusung cakada setidaknya partai harus memiliki 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen suara sah dalam pemilihan DPRD di wilayah yang bersangkutan.
Bagi partai yang tidak memiliki kursi 20 persen, pilihan yang diambil tentu berkoalisi dengan partai lain. Akan tetapi, adanya threshold semacam ini akan membuat koalisi gemuk dan pilihan masyarakat menjadi kurang bervariasi.Â
Di sisi lain, threshold menjadi akal-akalan politisi untuk mengeliminasi lawan sedini mungkin dengan menciptakan koalisi besar. Fenomena borong tiket akan menciptakan calon tunggal yang tidak sehat.
Berangkat dari itu, Partai Buruh dan Gelora mengajukan gugatan Pasal 40 UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya MK beri angin segar. Putusan itu mencegah praktik kotor politisi dan mencegah menjamurnya kotak kosong serta calon boneka.
MK memberi angin segar lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Ada poin penting dalam putusan tersebut, yakni MK menyebut partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi DPRD.
Sebagai gantinya, dalam putusan itu MK memodifikasi threshold dengan perolehan suara sah partai yang disesuaikan dengan DPT di wilayah yang bersangkutan.
Untuk ketentuan gubernur misalnya, DPT yang berjumlah 2 juta maka perolehan suara sah partai politik adalah 10 persen di pemilu DPRD Provinsi.
DPT dengan 2-6 juta minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 6-12 juta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas 12 juta paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.
Sedangkan untuk pemilihan bupati/wali kota beserta wakilnya, parpol atau gabungan parpol dapat mendaftar dengan perolehan suara sah minimal 10 persen di Pemilu DPRD pada provinsi dengan DPT lebih dari 250 ribu jiwa.
Kemudian DPT dengan 250-500 ribu minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 500 ribu hingga sejuta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas satu juta jiwa paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.