Dalam fungsi itu, tidak seharusnya MK menambahkan suatu norma karena itu kewenangan DPR dan Pemerintah selaku positive legislator. Tapi, dalam perkara Almas, MK telah memgambil alih tugas DPR.
Selain itu, yang menjadi persoalan adalah kedudukan hukum alias legal standing pemohon. Seperti yang diketahui, Almas adalah mahasiswa aktif. Dalam aturannya, perseorangan memang mempunyai hak untuk mengajukan gugatan ke MK.
Tapi, yang perlu ditekankan adalah apabila aturan yang digugat tersebut telah merugikan hak konstitusional pemohon. Masuk akal jika pemohon ingin mengajukan diri sebagai capres/cawapres dan sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam pemilu atau pilkada.Â
Maka dalam hal ini legal standing pemohon kuat karena hak konstitusionalnya telah dirugikan. Artinya argumen pemohon sangat lemah dan anehnya MK justru menerima.Â
Menjadi aneh adalah basis kerugian yang diukur adalah dari pengalaman dan keberhasilan Gibran sebagai Walikota Solo. Dalil tersebut jelas tidak nyambung karena tidak menyentuh kerugian pemohon. Lain cerita jika Gibran yang mengajukannya.
Keanehan lainnya adalah mengapa MK tidak menjadikan putusan yang diajukan PSI dan Partai Garuda sebagai rujukan sebagaimana permohonan yang diajukan kepala daerah.Â
Tapi, MK mengambil sikap lain yang bersifat politis. Apalagi, putusan tersebut langsung berlaku untuk pemilu 2024. Yang artinya KPU mau tidak mau harus mengikuti putusan itu dan membuat aturan yang baru.Â
Muatan politis begitu erat karena pendaftaran capres/cawapres akan dibuka mulai tanggal 19 Oktober 2023 nanti. Saat ini, dua paslon masih belum menentukan pendampingnya masih-masing.Â
Selain itu, dalam perkara yang diajukan Almas, Ketua MK yang tidak lain adalah paman Gibran ikut dalam RPH. Hakim yang tadinya konsisten bahwa Pasal 169 huruf q adalah kebijakan hukum terbuka berubah arah.Â
Karpet merah Gibran
Meski belum tentu Gibran ikut dalam Pemilu 2024, tapi publik tidak bisa berhenti berspekulasi. Hal itu karena Gibran disebut-sebut akan menjadi pendamping Prabowo.Â
Belum lagi, Projo terbelah. Ada yang mendukung Gibran ada yang mendukung Ganjar. Publik seolah tidak bisa berhenti menduga-duga, apalagi dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, Anwar Usman ikut dalam RPH yang seakan memberi karpet merah pada sang keponakan.Â